Switch to English |
Perusahaan-perusahaan pulp menduduki peringkat teratas dalam masalah keuangan. Termasuk di dalamnya perusahaan yang paling banyak hutang, Asia Pulp Paper (APP), yang belakangan ini berupaya untuk merestrukturisasi hutangnya yang kronis sebesar 13,9 milyar dollar Amerika dari kreditur internasional. APP, yang merupakan produsen pulp terbesar disebut secara khusus dalam laporan kelompok Human Right Watch di New York, karena terlibat dalam serangkaian pelanggaran hak asasi manusia terhadap masyarakat setempat yang menentang operasinya. APP dan perusahaan satu grup lainnya, Arara Abadi, "juga mengeruk keuntungan dari pasukan keamanan negara yang mengintimidasi, melecehkan, dan menyerang para penduduk kampung yang menentang operasi perusahaan dan penguasaan tanah di Riau," kata Direktur Divisi Asia, Human Right Watch, Mike Jendrzejczyk.
Dalam usulannya kepada pemerintah Indonesia, Human Right Watch mengatakan diperlukan langkah tegas untuk memenuhi komitmen Dana Moneter Internasional (IMF) dan kreditur Indonesia di CGI dalam mengatasi sengketa lahan hutan negara.
"Langkah seperti itu mestinya mencakup klasifikasi ulang hutan negara yang secara tidak sah ditetapkan di kawasan masyarakat adat, dukungan atas perundang-undangan yang akan memberikan hak komunal kepada masyarakat adat, dan proses transparan yang lengkap dengan proses banding melalui dewan pengawas pertanahan (ombudsman) yang independen."
Kepada lembaga-lembaga keuangan, HRW mengusulkan untuk menggunakan "uji tuntas (due dilligence) yang sungguh-sungguh untuk menjamin bahwa perusahaan-perusahaan dimana investasi dilakukan tidak melanggar hukum internasional hak asasi manusia.
Laporan HRW, Without Remedy: Human Rights Abuse and Indonesia's Pulp and Paper Industry, Vol. 15 No. 1 (C) – Januari 2003, tersedia dalam bahasa Inggris dan Indonesia - lihat http://www.hrw.org.
(Sumber: Jakarta Post 8/Jan/03. Lihat juga DTE 52 [bahasa Inggeris] untuk berita lain tentang APP)