Switch to English |
Hampir seluruh hutang Indonesia kepada Inggris (1,408 milyar Dollar Amerika) dalam bentuk fasilitas kredit adalah pinjaman dari Departemen Penjamin Kredit Ekspor Inggris (EGCD). EGCD menjamin semua kontrak Indonesia dengan perusahaan-perusahaan swasta Inggris. Dan porsi besar dari hutang ekspor kredit â€" lebih dari setengah jumlah seluruh pinjaman - adalah kontrak pertahanan (lihat tabel 3)
Ini artinya bahwa dana publik di Indonesia - yang dapat digunakan untuk kesehatan, pendidikan, bantuan darurat dan tujuan bermanfaat lainnya - dipakai untuk membayar persenjataan., yang digunakan untuk menekan lawan politik di Indonesia. Di Aceh, dimana senjata buatan Inggris ini dikerahkan, rakyat setempat menderita dampak ganda dari kekerasan militer dan kemiskinan yang diakibatkan oleh beban hutang Indonesia yang besar.
Para pengkampanye menyatakan bahwa jenis hutang seperti ini adalah 'najis' karena uang tersebut dipakai untuk penindasan dalam negeri dan memperkuat tangan rejim yang otoriter, bukan untuk kebaikan negara secara menyeluruh (untuk definisi mengenai istilah ini lihat www.odiousdebts.org)
Pada tahun 2002, INFID dan Research Jubilee melakukan advokasi untuk mencari jalan keluar bagi Indonesia dalam menyelesaikan sendiri permasalahan hutangnya. Organisasi tersebut menyatakan bahwa adalah sangat tidak adil jika para kreditor Indonesia 'yang bersikap gegabah dan tak bertanggung jawab dalam memberikan pinjaman ... kemudian mendikte aturan pembayaran kembali dengan menghukum sebagian besar rakyat yang paling lemah di negara yang telah berhasil mereka jadikan bangkrut. Advokasi tersebut mengingatkan pentingnya "pemilihan badan konsultasi dibawah mediator yang netral untuk memeriksa beban pinjaman Indonesia, dan menganjurkan agar penyelesaian berdasarkan penilaian independen atas situasi yang ada diberlakukan sebagai pengganti rencana Paris Club yang sekarang berlaku."
Jubilee Research, kelompok yang berkantor pusat di Inggris, menginginkan adanya peninjauan atas jumlah pinjaman Inggris yang secara langsung berhubungan dengan penjualan peralatan militer: " Kami memandang bahwa hutang yang tidak etis dan tidak membawa hasil ini adalah hutang najis, dan menyerukan dilakukan penghapusan oleh pemerintah Inggris'. (lihat www.jubilee2000uk.org/).
Tiga tahun setelah itu, bencana Tsunami membawa hutang Indonesia yang tidak mendukung keberkelanjutan hidup ini kedalam sorotan dunia. Down to Earth telah menulis surat ke pemerintah Inggris agar menghapus pinjaman Indonesia kepada Inggris, dengan menitikberatkan bahwa sebagian besar dari hutang adalah pinjaman untuk penjualan senjata. Surat tersebut juga meminta agar Inggris menghentikan pengiriman peralatan pertahanan ke Indonesia atau memberikan kredit ekspor untuk penjualan persenjataaan.
Pesawat Tempur dan Tank
Pasokan Inggris yang terus berlanjut atas peralatan pertahanan kepada Indonesia merupakan bagian lain yang kurang dipublikasikan, tidak seperti bantuan Inggris untuk korban tsunami di Aceh. Hal itu kurang sesuai dengan keinginan pemerintah Inggris untuk memiliki citra internasional pro-kaum miskin. Berikut beberapa unsur hubungan hutang najis itu.
Peralatan pertahanan yang masih merupakan beban hutang Indonesia kepada Inggris meliputi: pesawat tempur Hawks (£382,7 juta) dan kendaraan lapis baja Scorpion dan Stormer (£80,7 juta). Pembayaran terakhir atas hutang ini seperti yang disepakati oleh Paris Club adalah pada bulan Juni 2021 (Hansard 13/Jan - www.parliament.uk/hansard/hansard.cfm)
Melalui Paris Club, hutang Indonesia mengalami penjadwalan kembali dibawah tiga perjanjian. Pembayaran terakhir jatuh tempo pada bulan Juni 2021 (Hansard 13/Jan)
Peralatan tersebut digunakan oleh angkatan bersenjata Indonesia pada periode darurat militer tahun 2003-2004, ketika militer melancarkan perang menyeluruh terhadap GAM. Hal ini melanggar jaminan dari Indonesia bahwa peralatan Inggris tidak akan digunakan untuk melakukan penyerangan maupun memberantas pemberontakan.
Tapol, kelompok Pengkampanye Hak Asasi Manusia Indonesia, berpendapat bahwa Inggris telah melanggar undang-undang pengendalian ekspor Inggris dan Uni Eropa yang menyatakan bahwa lisensi untuk penjualan senjata harus ditolak jika ada resiko yang jelas bahwa peralatan itu akan digunakan untuk penindasan di dalam negeri (Buletin Tapol 175:8).
Inggris terus melanjutkan penjualan senjata ke Indonesia - pada tahun 2003 lisensi penjualan senilai £12,5 juta disetujui. Peralatan itu umumnya adalah suku cadang untuk pesawat tempur, tank, dan kendaraan lapis baja yang dijual ke rejim Suharto, yang telah berulang kali digunakan di Timor Timur, Papua Barat, dan wilayah-wilayah konflik lainnya, termasuk Aceh.
Pada bulan Oktober 2002, pemerintah Inggris mencabut larangan untuk Indonesia dalam menggunakan peralatan di Aceh dan mencabut persyaratan bagi Indonesia untuk lebih dahulu memberitahu Inggris tentang kemungkinan penggunaannya, namun keringanan persyaratan ini baru diketahui 8 bulan kemudian. Pada tahun yang sama, Inggris mengesahkan peningkatan 20 kali lipat dalam nilai penjualan senjata ke Jakarta (Lihat Buletin Tapol 175:8)
Telah terjadi juga korupsi tingkat tinggi. Tahun lalu terungkap bahwa pabrik senjata Inggris, Alvis, telah membayar suap £16,5 juta kepada putri Soeharto untuk menjamin kontrak senilai £160 juta dengan Indonesia pada tahun 1995 dan 1996 untuk pasokan kendaraan lapis baja Scorpion (Guardian 7/Des/04)
Aguswandi, pegiat hak asasi manusia warga Aceh yang bekerja untuk Tapol, mengatakan bahwa dugaan korupsi Alvis lebih memperkuat alasan untuk membekukan penjualan senjata Inggris ke Indonesia. "Hal itu tidak bermoral dan perdagangan korup tidak ada hubungannya dengan upaya mendorong demokrasi ataupun pembangunan negara. Hal itu hanya akan meningkatkan konflik, kemiskinan dan pelanggaran hak asasi manusia." (Tapol press release 8/Nov/04).
Memerangi Kemiskinan?
Di panggung internasional, Inggris ingin mempromosikan komitmennya dalam memerangi kemiskinan. Dalam kelompok kreditur CGI, Inggis merupakan salah satu dari ketua bersama kelompok kerja pengentasan kemiskinan. Namun, dengan memelihara hubungan hutang yang tidak adil dengan Indonesia, termasuk melakukan inflasi harga senjata, Inggris tetap menjadi bagian dari masalah kemiskinan.
Table 3: Hutang Indonesia terhadap Inggris |
|||
Jenis Hutang | Jumlah | Tanggal | Sumber |
Bilateral ODA | $355.4 juta | Des 2003 | Situs Bank Indonesia |
Jaminan Ekspor Kredit
|
$1,408juta (£749juta)
|
Nov 2004 | Hansard 10/Jan/05 |
TOTAL | $1,763.4juta | - | -
|
Sumber-sumber:
INFID - International NGO Forum
|
1Koalisi Anti Hutang menggunakan istilah kasar 'hutang najis' untuk menterjemahkan 'odious debt'.