Switch to English |
Gedung Konferensi Westminster yang bertetangga dengan gedung parlemen Inggris dan Westminster Abbey tampak sangat jauh dari kenyataan di kota baru Timika atau para nelayan udang di Teluk Bintuni, Papua Barat. Meskipun demikian, setiap tahun di gedung itu berlangsung pertemuan tahunan pemegang saham Rio Tinto PLC, perusahaan pemegang saham 40% pada tambang Grasberg di dataran tinggi Papua Barat yang terus berkembang. Di sana dewan direktur Rio Tinto mengumumkan keuntungan yang diperoleh dari operasi tambang mereka di seluruh dunia. Diuntungkan oleh peningkatan harga komoditas yang terutama disebabkan oleh berkembang pesatnya perekonomian di Cina dan India, Rio Tinto dan perusahaan lain sejenisnya sedang mengalami panen raya yang hampir tak tertandingi oleh keuntungan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2007 perusahaan memperoleh keuntungan US$7,4 milyar, sebuah catatan tahunan yang sangat menakjubkan.
Demikian juga meningkatnya harga energi telah menyebabkan perusahaan minyak multinasional BP terus mendulang keuntungan yang semakin besar, walaupun kekuatiran akan keselamatan operasional perusahaan juga meningkat. Pada tahun 2007 perusahaan memperoleh keuntungan US$17,29 milyar. Pabrik gas cair alam (LNG) Tangguh di pantai Bintuni yang segera akan mulai beroperasi pada akhir tahun ini sudah dapat dipastikan juga akan menambah keuntungan tersebut.
Lalu apa yang terjadi di balik keuntungan yang begitu besar tersebut? Seperti yang telah terekam pada DTE sebelumnya, banyak pertanyaan mengenai hak asasi manusia, dampak sosial dan lingkungan yang perlu diajukan.
Hasil pengamatan TIAP tersebut menimbulkan keraguan atas efektifitas penjagaan keamanan BP melalui sistem pengaman terintegrasi berbasis masyarakat (Integrated Community based Security), yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya militerisasi.
Keprihatinan berikutnya adalah mengenai emisi karbon. BP telah menyatakan niatnya untuk meminimalkan keluaran CO2 dari kegiatannya di seluruh dunia. Namun pengakuan ramah lingkungan ini dapat disangkal oleh fakta bahwa 'model pengembangan operasi tingkat dunia' yang diaku Tangguh masih belum memiliki rencana untuk menerapkan sistem penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS). TIAP telah menyerukan agar pemerintah Indonesia mengadakan studi kelayakan terhadap proyek Tangguh. Meskipun demikian, staf dari BP Indonesia telah mengungkapkan kepada DTE bahwa tidak adanya kemajuan dalam hal ini terutama adalah disebabkan oleh faktor biaya. Mereka mengatakan bahwa pemerintah Indonesia lah yang harus menanggung biaya dan bukan BP. Memang sejak Tony Hayward menjabat sebagai CEO BP yang baru, sikap perusahaan ini terhadap isu lingkungan tampak mundur. Contoh jelas dalam hal ini adalah pembelian 50% pasir ter (bitumen) berpolusi tinggi dari proyek Sunrise di Kanada yang kontroversial. Mengingat keuntungan besar yang diperoleh BP, sangat memalukan bahwa BP masih terus menolak mengimplementasikan teknik yang memungkinkan pengurangan emisi karbondioksida secara signifikan dari proyek Tangguh. (lihat DTE 73 (Bahasa Inggeris))
Tangguh dan masa depan pengawasan proyek yang independen Senator Mitchell, ketua TIAP, dengan gigih mempertahankan catatan prestasi BP ketika masalah-masalah tersebut di atas dipertanyakan. Ia menyatakan bahwa situasi di Tangguh sama sekali tidak seperti itu. Apapun realitasnya, cukup memprihatinkan bahwa sebagian anggota TIAP semakin tampak bersikap seperti anggota dewan pimpinan BP, bukannya lembaga yang benar-benar independen yang mengawasi proyek tersebut secara kritis. Rekomendasi terakhir dari laporan TIAP terbaru dalam "Informasi Publik" menunjukkan adanya kekaburan batasan antara BP dan TIAP, laporan itu memberikan berbagai rekomendasi mengenai bagaimana BP dapat "mempublikasikan manfaat yang dihasilkan dan memperbaiki kesalahpahaman mengenai proyek tersebut"
DTE baru-baru ini ikut menandatangani surat yang ditujukan kepada manajemen BP yang menggugat bahwa pengamatan yang cermat dari pihak luar sangat diperlukan selama proyek berlangsung. Masih harus dibuktikan bagaimana komitmen BP untuk memfasilitasi pengamatan yang independen terhadap operasi mereka di Papua Barat.
Kerusakan lingkungan di Papua Barat Sebaliknya, Freeport-Rio Tinto tidak mungkin mengklaim harapan setinggi BP. Dengan menyediakan investasi tambahan untuk melakukan perluasan pertambangan Grasberg, Rio Tinto membeli perusahaan dan tambang yang memiliki banyak catatan berkaitan dengan kerusakan lingkungan dan sosial. Investasi tersebut telah memastikan bahwa warisan kerusakan yang ditimbulkan Freeport masih akan terus berlanjut paling tidak sampai 30 tahun mendatang. 'Prestasi' tersebut dikecam dalam pertemuan pemegang saham pada bulan April ini baik di London maupun Brisbane. Bukannya mencoba mencari jalan perbaikan, seperti juga kasus BP, pihak manajemen justru mengambil langkah-langkah mundur.
Ketika dipertanyakan mengenai dampak dari pembuangan limbah melaui alur sungai pada pertambangan Grasberg, dewan direktur Rio Tinto masih bersikeras bahwa hal tersebut merupakan solusi terbaik yang paling memungkinkan, sangat berbeda dengan pernyataan sebelumnya bahwa pembuangan tersebut merupakan metode yang 'tidak ideal'*. Banyak organisasi termasuk World Vision, Oxfam dan serikat buruh telah menuntut agar praktek tersebut dihentikan. Bahkan BHP Biliton sekalipun, sebuah perusahaan pertambangan lain yang biasanya tidak dikenal beroperasi dengan praktek-praktek yang baik, menyatakan akan berusaha untuk mengambil langkah-langkah menggantikan sistem pembuangan limbah ke sungai atau ke dasar laut. (lihat juga Berita ringkas pertambangan)
Dengan tingkat keuntungan yang dilaporkan oleh Rio Tinto, bagaimana mungkin perusahaan tersebut masih terus saja melaksanakan praktek-praktek yang merugikan lingkungan? Apakah Freeport-Rio Tinto sungguh membayangkan karena kurangnya pengawasan lingkungan dan sedikitnya organisasi masyarakat di Papua Barat yang dapat bersuara keras maka tidak ada yang akan peduli? Dengan ditariknya dana pensiun pemerintah Norwegia dari investasi di Freeport, mungkin tekanan untuk perubahan akhirnya akan menjadi terlalu kuat dan tidak mungkin lagi diabaikan oleh perusahaan.
Kesepakatan tambang Nikel Rio Tinto di Sulawesi(Sumber: AP 29/Apr/08; www.riotinto.com/ourapproach/217_features_7741.asp. Lihat juga DTE 70 (Bahasa Inggeris).
|
* Untuk informasi lebih rinci mengenai kajian sistem pembuangan limbah tailing pertambangan Grasberg lihat Laporan tahun 2006 mengenai pertambangan Rio-Tinto yang disusun oleh WALHI (www.eng.walhi.or.id/kampanye/tambang/frpt-report-may-06/).
(Sumber: Laporan TIAP ke-6 Report tentang Proyek LNG Tangguh, dapat dilihat di www.bp.com/sectiongenericarticle.do?categoryId=9004751&contentId=7008791; 'Hidup dalam Sangkar Emas' Suara Perempuan Papua, Edisi 19, Tahun 4(2008), Laporan Walhi tentang Freeport-Rio Tinto, di www.eng.walhi.or.id/kampanye/tambang/frpt-report-may-06/; Mineral Policy Institute, Australia, laporan tentang Rio Tinto AGM 2008 di Brisbane, Australia; 'Suharto and the rape of West Papua', TAPOL Bulletin No.188/189, Maret 2008; Survival, News Archive, 'Police arrest, torture and kill Papuan tribal people' 14 Desember 2007; ANC News Online 7 Mei 2008, 'Papua landslide death toll rises to 19')