Switch to English |
LKI di Indonesia
LKI adalah singkatan dari Lembaga-lembaga Keuangan Internasional atau International Financial Institutions (IFIs). LKI merupakan organisasi internasional, yang beranggotakan beberapa pemerintahan negara, biasanya negara maju. Mereka meminjamkan uang kepada negara berkembang. LKI yang paling menonjol adalah Kelompok Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Asian Development Bank (ADB). LKI juga dikenal sebagai Bank-bank Pembangunan Multilateral (Multilateral Development Banks).
Seri Factsheet bulanan tentang LKI ini menyajikan informasi tentang kiprah mereka di Indonesia. |
Apa itu Klub Paris?
Klub Paris adalah kelompok informal negara-negara kreditur yang berperan mencari solusi yang terarah dan berkelanjutan bagi negara-negara pengutang, yang mengalami kesulitan pembayaran utang, melalui penjadwalan utang. Penjadwalan utang adalah cara untuk meringankan beban sebuah negara melalui (a) penundaan pembayaran utang yang jatuh tempo, dan (b) pengurangan beban utang, dalam kasus penjadwalan dengan kelonggaran.
Kapan Klub Paris dibentuk dan mengapa disebut demikian?
Pertemuan pertama dengan sebuah negara pengutang diadakan pada tahun 1957, yaitu ketika Argentina setuju bertemu dengan para krediturnya di Paris. Sejak saat itulah berdiri kelompok informal yang dinamakan Klub Paris. Karena para pendirinya menganggap sebagai kelompok informal, maka tidak ada tanggal resmi pembentukannya.
Siapa saja anggota Klub Paris?
Ke-19 anggota tetap Klub Paris adalah negara-negara yang memberi banyak utang kepada negara-negara lainnya di seluruh dunia. Mereka adalah:
|
|
|
|
Bagaimana Klub Paris berfungsi?
Negara-negara kreditur bertemu 10-11 kali per tahun di Paris untuk bernegosiasi atau membahas situasi utang luar negeri negara-negara pengutang dan masalah-masalah utang negara berkembang.
Ketua Klub Paris adalah seorang pejabat senior Departemen Keuangan Perancis – biasanya Menteri Keuangan. Deputi Menteri Keuangan Perancis menjabat sebagai ko-presiden dan wakil presiden.
Sekretariat Jenderal tetap dikelola oleh sebuah kelompok yang terdiri dari 15 pejabat Departemen Keuangan Perancis. Alamat Sekretariat tersebut adalah:
Secrétariat du Club de Paris
Direction du Trésor
139, rue de Bercy
Télédoc 551
75572 Paris Cedex 12
France
Apakah Klub Paris memiliki statuta?
Karena merupakan kelompok informal, Klub Paris tidak memiliki statuta. Situasi ini memberikan keleluasaan kepada para kreditur Klub Paris untuk menyikapi masalah-masalah spesifik tiap-tiap negara pengutang yang mengalami kesulitan pembayaran utang. Namun demikian, para kreditur Klub Paris juga membuat aturan-aturan yang dianggap berguna untuk mengamankan kesepakatan diantara para kreditur serta antara kreditur dan negara-negara pengutang. Aturan-aturan tersebut antara lain:
Klub Paris hanya berurusan dengan pengutang yang (a) membutuhkan keringanan utang dan (b) telah menerapkan dan memiliki komitmen untuk melanjutkan reformasi untuk memperbaiki keadaan ekonomi dan keuangan mereka. Dalam praktiknya, negara tersebut harus menjalankan program IMF yang didukung oleh persyaratan seperti 'Stand-by', 'Extended Fund Facility', Pengurangan Kemiskinan, dan skema Growth Facility.
Sebuah negara pengutang – biasanya diwakili oleh Menteri Keuangan dan/atau Gubernur Bank Sentral – akan bernegosiasi dengan Klub Paris untuk meminta penjadwalan utang. Hasil negosiasi tidak serta merta menjadi perjanjian berkekuatan hukum antara pengutang dan negara kreditur. Sebaliknya, negara kreditur yang berpartisipasi dalam negosiasi menandatangani Notulen yang disepakati, yang menjadi rekomendasi kepada pemerintah mereka untuk menandatangani perjanjian bilateral dengan negara-negara pengutang. Perjanjian bilateral inilah yang mengikat kesepakatan yang dicapai dalam negosiasi.
Berapa jumlah utang yang ditangani oleh Klub Paris?
Sejak tahun 1956, Klub Paris atau kelompok ad hoc kreditur Klub Paris telah menyepakati 338 perjanjian yang melibatkan 76 negara pengutang. Sejak tahun 1983, total utang yang dicakup oleh perjanjian-perjanjian tersebut bernilai 375 milyar US Dolar.
Jenis utang apa yang ditangani Klub Paris?
Perjanjian Klub Paris hanya meninjau utang publik jangka menengah dan jangka panjang, yakni jenis utang yang ditanggung pemerintah. Utang perusahaan swasta dan dijamin oleh sektor publik dianggap sebagai bagian utang sektor publik. Dalam hal pinjaman dari AS, misalnya, utang tersebut meliputi pinjaman dan jaminan yang diterbitkan oleh Badan Pembangunan Internasional AS, Korporasi Kredit Komoditas, Bank Ekspor-Impor AS, Departemen Pertahanan AS, dan Departemen Pertanian AS (PL-480).
Apa syarat-syarat baku penanganan Klub Paris?
Empat kategori dibawah ini ditentukan oleh tingkat kelonggaran persyaratan:
Apa yang dicakup dalam persyaratan penjadwalan Klub Paris?
Pada dasarnya, ada empat prinsip penjadwalan utang Klub Paris:
Sejak tahun 1966 Indonesia telah menjalani enam kali penangangan oleh Klub Paris.
Tanggal penanganan utang | 13 April, 2000 |
Jumlah yang ditangani | 5445 juta US Dolar |
Kategori utang yang ditangani | Penanganan utang jatuh tempo sejak 01 April, 2000 hingga 31 Maret, 2002 |
Jenis Angsuran | Kondisi Houston |
Kondisi khusus | Kemungkinan untuk 'debt swaps' |
Tanggal penanganan utang | 23 September, 1998 |
Jumlah yang ditangani | 4176 juta US Dolar |
Kategori utang yang ditangani | Penanganan utang jatuh tempo dari 6 Agustus, 1998 hingga 31 Maret, 2000 |
Jenis Angsuran | Ad-hoc |
Kondisi khusus | Bertahap, bebas kondisi transfer, pembayaran jumlah yang tidak dikonsolidasi sebelum 30 Desember, 1998 |
Tanggal penanganan utang | 24 April 1970 |
Jumlah yang ditangani | 2090 juta US Dolar |
Jenis Angsuran | Syarat Klasik |
Status penanganan | Dibayar lunas |
Tanggal penanganan | 17 Oktober 1968 |
Jumlah yang ditangani | 180 juta US Dolar |
Jenis Angsuran | Syarat Klasik |
Status penanganan | Dibayar lunas |
Tanggal penanganan | 17 Oktober 1967 |
Jumlah yang ditangani | 110 juta Dolar |
Jenis Angsuran | Syarat Klasik |
Status penanganan | Dibayar lunas |
Tanggal penanganan | 20 Desember 1966 |
Jumlah yang ditangani | 310 juta US Dolar |
Jenis Angsuran | Syarat Klasik |
Status penanganan | Dibayar lunas |
Mengapa Indonesia tidak mau meminta pengurangan utang?
Sejak terpuruk oleh serangkaian krisis keuangan dan politik, Indonesia berjuang keras untuk tetap bertahan secara ekonomi. Kemampuan untuk bertahan sangat tergantung kepada kepercayaan investor asing, termasuk kelayakan untuk memperoleh utang. Kelayakan sebuah negara untuk berutang dinilai oleh bakal kreditur dari kesanggupan negara tersebut untuk membayar utang luar negerinya, Bila dianggap layak, negara tersebut berpeluang memperoleh pinjaman dalam jumlah besar untuk mendanai pertumbuhan pembangunan. Berdasarkan pertimbangan bahwa anggaran tahun berjalan sangat tergantung pada pinjaman asing baru untuk sekedar bertahan, pemerintah Indonesia memilih untuk tidak mengambil tindakan yang dapat merusak citra. Jika kredibilitas terganggu negara akan sulit memperoleh dana segar dan investasi. Sebaliknya, pemerintah Indonesia cenderung memilih persyaratan Houston (klasifikasi untuk negara pengutang besar berpenghasilan rendah-menengah) dan tidak mengupayakan pengurangan utang dari Klub Paris.
Apakah Klub Paris memberikan pengurangan utang?
Klub Paris memberikan pengurangan utang kepada negara-negara pengutang besar dan miskin (HIPC), terutama di kawasan Afrika, yang akibat besarnya utang luar negeri, pembangunan ekonomi mereka terganggu. Bagi negara-negara tersebut, penggunaan sepenuhnya mekanisme penjadwalan kembali dan pengurangan utang bahkan tidak cukup untuk mencapai tingkat utang luar negeri yang terbayarkan dalam kurun waktu yang masuk akal dan tanpa tambahan dana luar negeri.
Dewasa ini 35 negara dianggap berhak memperoleh prakarsa HIPC, namun tidak semuanya menghendaki prakarsa tersebut diterapkan kepada negara mereka, sebagian karena masalah citra dan sebagian lagi karena persyaratan yang melekat pada penanganan tersebut.
Apa kriteria bagi suatu negara untuk dianggap sebagai HIPC?
Agar berhak menyandang status HIPC (negara miskin berutang besar), sebuah negara harus:
Selain persyaratan di atas, sebuah negara harus membuktikan bahwa rasio utang luar negerinya setelah dikurangi mekanisme peringanan utang tradisional adalah di atas 150% dibandingkan nilai utang untuk ekspor.
Saat ini Indonesia tergolong negara campuran, yang menerima baik utang (dari IBRD) dan kredit murah (dari IDA) dari Kelompok Bank Dunia. Indonesia bias menjadi satu-satunya negara penerima IDA sekaligus masuk dalam golongan HIPC. Namun demikian, baik pemerintah Indonesia maupun para kreditur enggan memasukkan Indonesia sebagai negara HIPC. Sikapa resmi mereka adalah bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi berjalan seret, Indonesia masih memiliki potensi untuk berkembang dibandingkan tipikal negara-negara yang hanya memperoleh IDA dan/atau negara-negara HIPC.
Indonesia, pengurangan utang, dan Klub Paris
Para pengritik mempertanyakan kepentingan sempit Klub Paris dalam upayanya menangani masalah pembayaran utang. Yang paling dipedulikan Klub Paris adalah memastikan pinjaman mereka kepada negara-negara pengutang dapat dilunasi. Baru belakangan ini saja, negara-negara kreditur Klub Paris menyadari bahwa negara-negara yang kesulitan membayar utang, pada umumnya adalah mereka yang paling sulit melindungi kaum miskin dan rentan di negara mereka. Dengan mengaitkan peringanan utang kepada program penyesuaian ekonomi makro IMF yang ketat, terbukti justru memperparah kondisi kaum miskin dan rentan tersebut. Negara-negara yang menjalani program penyesuaian terpaksa memangkas pengeluaran untuk pelayanan social dan meningkatkan swastanisasi. Sementara itu kerangka perundangan yang diperlukan dan program jaring pengaman untuk kaum miskin dan rentan belum tersedia atau belum dilaksanakan dengan semestinya.
Para kreditur juga dikritik karena tidak mau melihat penyebab masalah pembayaran utang. Contohnya, dalam kasus Indonesia, 30 persen utang luar negeri dikorupsi sejak era Suharto, dan negara-negara terus mendukung rejim tersebut tanpa menghiraukan buruknya catatan pelanggaran HAM dan kacaunya penyelenggaraan negara. Para kreditur tidak mengakui peran masa lalu mereka terhadap masalah saat ini. Sebaliknya, mereka bersikeras bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan pembayaran utang yang mereka pinjamkan kepada pembayar pajak.
Dilain pihak, pemerintah negara pengutang mau saja tunduk kepada tekanan kreditur dan mengutamakan keuntungan jangka pendek, yaitu memperoleh kembali pembayaran utang jatuh tempo dan menerima pinjaman penyesuaian IMF. Liberalisasi pasar dan meningkatnya ketergantungan pada investasi asing sangat mengurangi kekuatan tawar pemerintah pengutang dalam menghdapi negara kreditur. Pemerintahan semacam ini jauh lebih peduli akan citra mereka dimata investor daripada kewajiban mereka untuk melindungi mayoritas rakyat. Lebih jauh, banyak pemerintah tidak memiliki rencana jangka panjang untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang mereka, dan berkutat dengan masalah politik dalam negeri, yang membuat posisi tawar mereka menjadi lebih lemah lagi ketika bernegosiasi dengan kreditur Klub Paris.
Masalah Transparani dan Akuntabilitas (Tanggung Gugat)
Pada Novermber 2001, Indonesia akan bernegosiasi kembali dengan negara-negara kreditur Klub Paris. Pemerintah Indonesia perlu untuk memulai menumbuhkan akuntabilitas publik dalam hal keterlibatannya dengan Klub Paris. Pemerintah harus mengungkapkan butir-butir negosiasi, strategi dan implikasi negosiasi, serta menyajikan secara rinci besarnya utang dan kewajiban yang akan dinegosiasikan dalam Klub Paris. Juga penting bahwa pemerintah mengembangkan dan menganalisis berbagai opsi untuk menyelesaikan masalah pembayaran cicilan utang dan mempublikasikannya sebelum bernegosiasi dengan Klub Paris. Dengan demikian, penanganan dan persyaratan melekat menjadi 'milik' negara dan akuntabilitas publik dapat diperkuat.
Disarikan dari: Situs web Klub Paris www.clubdeparis.org; Factsheet Klub Paris, diterbitkan oleh Bureau of Economic and Business Affairs, U.S. Department of State,1 Maret, 2001 "Indonesia must go beyond Paris Club to seek larger debt relief", the Jakarta Post, 30 Agustus, 2001. "Demand for debt cuts will raise new problems", the Jakarta Post, 30 Agustus, 2001 "The HIPC Debt Relief Initiative", dapat dilihat di http://usinfo.state.gov/journals/ites/0201/ijee/ifis-hipc.htm
Update dan Factsheet tentang LKI tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Anda dapat memperolehnya melalui email (versi rtf) secara cuma-cuma. Edisi cetak tersedia sebagai suplemen newsletter DTE. Newsletter dapat Anda peroleh dengan cara berlangganan atau saling tukar dengan publikasi organisasi Anda.
Bila Anda ingin menerima Update bulanan dan Factsheet via email, silakan kirim alamat email Anda ke dte@gn.apc.org. Cantumkanlah bahasa yang Anda kehendaki. Anda juga bisa memilih kedua bahasa.