Switch to English |
Seri factsheet tentang Lembaga-lembaga Keuangan Internasional ini mencakup informasi tentang Kelompok Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Pembangunan Asia
|
Pertemuan kali ini merupakan pertemuan yang ke-36 tetapi tetap menarik untuk dikaji bertepatan dengan momen keluarnya Indonesia dari IMF. Keputusan untuk memilih strategi monitoring paska program tidak memungkinkan Pemerintah Indonesia untuk melakukan penjadwalan ulang dengan Paris Club. Pertemuan CGI kali ini bisa menjadi momen untuk melihat apakah Pemerintah Indonesia cukup serius untuk mengurangi hutangnya dan mengembalikan kembali kedaulatan Indonesia. Ataukah CGI ini sekali lagi menjadi ajang untuk kembali memperbanyak hutang?
CGI dan IMF
CGI (Consultative Group for Indonesia) merupakan konsorsium negara-negara dan lembaga-lembaga kreditor dan donor untuk Indonesia yang dibentuk pada tahun 1992 sebagai pengganti konsorsium yang sama yaitu IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia). CGI terdiri dari sekitar 30 kreditor bilateral dan multilateral diantaranya World Bank (WB), Asian Development Bank (ADB), International Monetary Fund (IMF), dan pemerintahan-negara industri seperti Jepang, Amerika Serikat, United Kingdom dan lain-lain (Lihat di Factsheet LKI 19).
Seperti halnya dengan IMF, selama ini Indonesia memerlukan CGI untuk memperoleh hutang yang akan dipergunakan untuk menutupi defisit anggaran (APBN). Oleh karena itu, pertemuan CGI adalah bagian dari ritual yang biasanya dilakukan dalam masa-masa ketika Pemerintah akan menyusun rencana anggaran (RAPBN).
Seperti halnya juga perjanjian dengan IMF, maka untuk mendapatkan hutang tersebut, Pemerintah Indonesia harus melewati proses konsultasi dengan CGI. Proses konsultasi ini akan menghasilkan penilaian terhadap kinerja ekonomi Indonesia dan seberapa besar Pemerintah Indonesia mampu memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah disepakati pada pertemuan CGI sebelumnya. Penilaian ini akan menentukan besarnya pinjaman dan persyaratan-persyaratan (conditionality) berikutnya yang harus dipenuhi Indonesia.
Praktek-praktek yang dilakukan oleh CGI juga mulai mengajukan prasyarat-prasyarat yang cukup mengganggu kedaulatan Indonesia dalam pemberian pinjamannya yang sejalan dengan agenda-agenda IMF seperti tercantum dalam LoI (letter of Intent) tahun 1999. Dilihat dari kreditor utamanya, Bank Dunia, IMF dan ADB, serta Jepang- maka CGI juga mewakili kepentingan dan agenda dari institusi keuangan internasional. Berbahayanya, CGI adalah kartel kreditor sehingga posisi tawar Indonesia -dibandingkan kalau harus bernegosiasi secara bilateral- cenderung lemah.
Meningkatnya Hutang Indonesia
Setelah Indonesia tidak dibolehkan untuk melakukan penjadwalan hutang dari Paris Club maka Pemerintah Indonesia mulai kebingungan mencari dana untuk menutupi defisit pemerintah. Pertemuan CGI kali ini ditanggapi dengan antusias oleh Pemerintah Indonesia untuk mencari hutang baru. Padahal hutang Indonesia saat ini cukup besar, mencakup hutang luar negeri sebesar USD 77,1 miliar (sekitar Rp.693,9 triliun) dan domestik sebesar USD 68,9 miliar (Rp.619,7 triliun).
Ketidakseriusan pemerintah Indonesia untuk lepas dari ketergantungan hutang ini dapat diamati dari pernyataan Menteri keuangan Boediono menjelang konsultasi dengan pihak CGI. Boediono menegaskan sekalipun sudah menjadi keputusan politik bahwa di tahun 2004 Indonesia harus mengurangi ketergantungan terhadap hutang luar negeri, tidak berarti jumlah komitmen pinjaman dari negara donor yang tergabung dalam CGI untuk tahun ini lebih kecil dari tahun lalu. Sebab, menurutnya, pengertian pengurangan ketergantungan hutang itu tidak berarti pemerintah tidak boleh lagi membuat hutang baru, melainkan hutang baru bisa dilakukan tetapi harus diikuti pelunasan hutang lama.
Nyatanya, pertemuan CGI kali ini menghasilkan pinjaman yang lebih besar dengan menyetujui pinjaman bagi Indonesia sebesar USD 3,4 Miliar. Komitmen tersebut lebih besar daripada komitmen CGI yang disetujui pada pertemuan ke-12 CGI Januari 2003 (USD 3,14 miliar). Sebagaimana pinjaman-pinjaman tahun sebelumnya, kreditor terbesar bagi Indonesia adalah Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Jepang. Dari sekitar USD 2,8 miliar tersebut, Bank Dunia menyediakan komitmen sebesar USD 800 juta, ADB sebesar USD 600 juta. Siaran pers dari Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia menyebutkan pinjaman Jepang pada forum CGI kali ini sebesar USD 880 juta dimana USD 660 juta merupakan pinjaman yang sudah disepakati dan pinjaman baru serta USD 220 juta berbentuk kredit ekspor.
Kegiatan | Bentuk Bantuan | Besarnya pinjaman (USD miliar) |
Membiayai defisit APBN 2004 | Pinjaman Program | 1 |
Bantuan proyek dan hibah - hibah - pinjaman proyek | 1,8 0,16 1,64 |
TOTAL | 2,8 |
Bantuan yang tidak digunakan untuk membiayai defisit APBN | Kredit ekspor | 0.525 |
Bantuan teknis untuk Pemda dan LSM | 0.075 | |
TOTAL | 0.6 | TOTAL | 3,4 |
Ketidakkonsistenan Pemerintah dan CGI dan Jebakan Hutang yang Semakin Dalam
Forum kali ini memperlihatkan ketidakkonsistenan baik dari Pemerintah Indonesia maupun dari CGI. Baru saja ada desakan untuk keluar dari IMF karena persyaratan-persyaratan IMF yang dinilai tidak mencerminkan kedaulatan negara. Tetapi CGI juga meminta persyaratan-persyaratan yang sama dengan agenda IMF untuk tetap melanjutkan target privatisasi (termasuk menggoalkan RUU SDA yang kontroversial), penjualan aset negara, pemulihan aset BPPN, pengurangan subsidi untuk sektor publik, penghapusan bea impor untuk pertanian dan perkebunan, desentralisasi, reformasi sektor kehutanan, membentuk komisi anti korupsi yang ditujukan untuk menciptakan iklim yang sehat bagi investasi dan mempersiapkan Indonesia menghadapi WTO dan AFTA. Maka yang terjadi adalah pengalihan hutang dan persyaratan dari IMF kepada CGI dan Bank Dunia.
Ketidakkonsistenan donor juga terlihat dari begitu bersemangatnya donor memberikan hutang kepada Indonesia dan mengindahkan masih tingginya tingkat korupsi negara. Laporan yang memuji mengenai indikator ekonomi Indonesia secara makro memang sulit dibantahkan apabila hanya melihat tingkat pertumbuhan dan inflasi tetapi hal yang tidak terbantahkan dalam politik ekonomi Indonesia adalah kenyataan buruknya ketatapemerintahan dan tingkat korupsi di Indonesia (yang juga secara besar-besaran diakui oleh Bank Dunia). Studi yang dilakukan oleh Kaufman, Kraay dan Mastruzzi juga menunjukkan hal yang sama dimana efektivitas pemerintahan, penegakan hukum dan penanggulangan korupsi dankinerja Indonesia berada di bawah Vietnam, Filipina dan Cina. Tingkat korupsi ini setidaknya menjelaskan mengenai kapasitas penyerapan pinjaman CGI yang terus menurun dari 69,3% di tahun 1999 menjadi sekitar hanya 58,6% di tahun 2002, dan kapasitas penyerapan di tahun 2003 sekitar 50%.
Meningkatnya pinjaman CGI, dengan situasi korupsi yang tinggi, ini sebetulnya berdampak besar dengan makin terpuruknya Indonesia kedalam jurang jebakan hutang (debt trap). Kwik Kian Gie dalam artikelnya di Kompas mengenai "CGI dan Hutang Pemerintah" menuangkan tabel untuk memperlihatkan betapa dalamnya Indonesia masuk kedalam jurang hutang. Pembayaran bunga hutang saja sudah sebesar 92,67% dari seluruh anggaran pembangunan yang sebesar Rp.70,9 triliun (USD 7,9 billion). Kalau seluruh beban hutang dihitung, maka itu akan menghabiskan 185% dari seluruh anggaran pembangunan. Angka ini adalah angka ratio hutang dengan anggaran sementara. Dalam catatan INFID rasio hutang terhadap PDRB masih sekitar 60% dan bahkan hampir sepertiga dari anggaran belanja 2004 digunakan untuk membayar hutang domestik dan luar negara.
Dengan demikian, pengorbanan terbesar dari pengurangan anggaran tersebut akan berimplikasi pada sektor pendidikan, kesehatan, dan bantuan program-program kemiskinan. Beban hutang harus dibayar oleh kelompok-kelompok miskin.
Tanggapan LSM
Berbagai reaksi keras muncul dari berbagai kalangan masyarakat sipil mengenai forum CGI ini. INFID, KAU dan WALHI mempertanyakan peran CGI dalam meneruskan tradisi Indonesia terjerat dalam jebakan hutang dan menjadi forum negara dan lembaga kreditor untuk memaksakan agenda liberalisasi ekonomi dan perdagangan di Indonesia.
INFID menilai forum CGI masih menjadi ajang penyelamatan bisnis, investasi, dan ekspor negara kreditor, sementara penyelesaian utang dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia tidak disentuh. Binny Buchori, Sekretaris eksekutif INFID, menyatakan dengan tegas bahwa sidang ke-13 CGI berlangsung mengecewakan karena tidak menyelesaikan masalah utama yaitu beban utang yang menggerogoti proses pembangunan.
Lebih jauh lagi, dukungan CGI dengan memberikan komitmen pinjaman-mengukuhkan ketergantungan Indonesia pada utang padahal terbukti kebijakan itu memicu ekses negatif pada pembangunan ekonomi dan penyediaan fasilitas publik. Dalam catatan INFID, beban hutang itu akan mengurangi pos-pos anggaran untuk sektor pendidikan dan kesehatan sampai 30%.
Pernyataan-pernyataan kritis yang lebih terkait dengan kerusakan hutan juga diajukan oleh Forest Watch Indonesia, Telapak, the Environmental Investigation Agency, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, WWF-Indonesia dan INFID. CGI dinilai memiliki andil yang besar bagi kerusakan hutan di Indonesia sehingga forum CGI harus mampu menyelesaikan persoalan-persoalan kerusakan hutan di Indonesia.
Isu kehutanan sendiri mulai dibahas di Pertemuan CGI ke 8 pada Juli 1999 dan tercantum didalam MoU antara CGI dan Pemerintah Indonesia. Walaupun demikian, komitmen itu tidak pernah terealisasikan. Tekanan CGI untuk terus melakukan desentralisasi malah berefek besar bagi eksploitasi hutan dan sumber daya air (SDA) yang lebih besar. Praktek-praktek illegal logging masih terus berlanjut walaupun penghentian praktek penyelundupan kayu selalu menjadi agenda utama reformasi sektor kehutanan dalam CGI. Forum CGI sendiri masih tidak adil terhadap definisi illegal logging yang sering ditimpakan kepada masyarakat lokal dan adat tetapi tidak menyentuh kelompok HPH dan bisnis. CGI sendiri harus terus berupaya mengadvokasi konsumen dari negara maju untuk tidak menerima kayu curian. Terkait dengan masalah privatisasi sektor air, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air meminta agar pertemuan negara-negara donor yang tergabung dalam Consultative Group on Indonesia (CGI) lebih kritis terhadap pinjaman yang akan diberikan untuk sektor air. Lebih jauh lagi koalisi ini mengkhawatirkan bahwa hutang ini akan mengikat dan mengarahkan mereka pada privatisasi sektor air.
Koalisi juga mempertanyakan ketidaktransparanan ADB (Bank Pembangunan Asia) sebagai salah satu anggota CGI, yang mengambil alih pemberian pinjaman sektor air, yang semula merupakan proyek Bank Dunia melalui Water Resources Sector Adjustment Loan (Watsal). Dalam pertemuan tanggal 11 Dsesember 2003 dengan delegasi CGI, Koalisi mempresentasikan beberapa penelitian mengenai "sumbangan" donor, terutama Bank Dunia dan ADB yang telah dialokasikan untuk proyek-proyek di sektor air. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa instansi pemerintah yang telah melakukan privatisasi menunjukkan gejala kerugian dan tidak sanggup mengembalikan hutang luar negeri itu.
Rekomendasi Berbagai Pihak
Pada akhirnya perdebatan mengenai CGI mempertanyakan perlunya CGI dipertahankan?
Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral, BAPPENAS merekomendasikan untuk tetap mempertahankan CGI dengan beberapa rekomendasi untuk lebih memfokuskan fungsi CGI diantaranya dengan melakukan perubahan mekanisme kerja dan kepemimpinan CGI, memfokuskan isu dan agenda pertemuan, mengadakan forum dialog kebijakan diluar CGI, meningkatkan pengelolaan pinjaman, dan mengintensifkan komitmen kerjasama bilateral.
Sementara itu Kwik Kian Gie bersuara keras dengan menyatakan sebaiknya forum CGI dibubarkan saja. Jika sewaktu-waktu Indonesia memerlukan fasilitas pinjaman sebaiknya menggunakan pinjaman secara bilateral karena posisi tawar Indonesia bisa lebih baik dengan persyaratan pinjaman yang lebih bisa dinegosiasikan. Indonesia sebaiknya melunasi dan mengurangi pinjaman asing. Pemerintah Indonesia juga bisa menggugat forum CGI atas "keterlibatannya" juga didalam membuat Indonesia semakin jatuh dalam jurang hutang yang semakin dalam.
Terkait dengan jebakan hutang, kelompok masyarakat sipil sendiri (KAU dan Walhi) lebih menyuarakan untuk mengurangi ketergantungan pada hutang dengan mengurangi jumlah hutang termasuk hutang baru dan melunasi hutang lama. Korupsi negara harus dikurangi. Beban hutang tidak seharusnya ditimpakan ke kepada rakyat!
Sumber:
Website Bank Dunia, www.worldbank.or.id
Website Departemen Keuangan dan Ekonomi www.ekon.go.id
Website Kedutaan Besar Jepang www.id.emb-japan.go.jp
Website Koalisi Anti Hutang (www.kau.or.id)
Website INFID Indonesia (www.infid.or.id)
Kwin Kian Gie dalam artikelnya di Kompas, 16 Desember 2003.
Dokumen Dialog Publik "CGI: Apakah Diperlukan?", Koalisi Anti Hutang dan Walhi, 4 Desember 2003.
Kompas, Jumat, 5 Desember 2003.
Tempo interaktif.
Jakarta Post 13 Desember 2003.
Update dan Factsheet tentang LKI tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Anda dapat memperolehnya melalui email (versi rtf) secara cuma-cuma. Edisi cetak tersedia sebagai suplemen newsletter DTE. Newsletter dapat Anda peroleh dengan cara berlangganan atau saling tukar dengan publikasi organisasi Anda.
Bila Anda ingin menerima Update bulanan dan Factsheet via email, silakan kirim alamat email Anda ke dte@gn.apc.org. Cantumkanlah bahasa yang Anda kehendaki. Anda juga bisa memilih kedua bahasa.