Switch to English |
Sebagai akibat krisis keuangan, pada 5 November 1997 Indonesia menyepakati sebuah paket penyelamatan ekonomi dengan IMF. Ditambah dengan pinjaman dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, jumlah total pinjaman menjadi US$ 43 milyar. Komitmen IMF adalah sebesar US$11 milyar, dan sekitar setengahnya telah dikucurkan. Terhitung sejak tanggal tersebut, Pemerintah Indonesia telah menandatangani dua kesepakatan baru dengan IMF yaitu pada 25 Agustus 1998 dan yang paling baru pada 4 Februari tahun ini.
Laporan itu mencatat setelah era Suharto berlalu, ada beberapa peluang untuk mengubah gelombang perusakan lingkungan, khususnya hutan Indonesia yang luas. Kebijakan IMF ditujukan untuk menciptakan pasar kompetitif yang mendobrak monopoli perdagangan, terutama sektor kehutanan, meniadakan peluang korupsi dan membina praktik pengelolaan hutan yang lebih baik. Sayang, upaya-upaya tersebut tidak efektif. Hanya 15 persen konsesi kehutanan yang telah dibuktikan diperoleh melalui cara-cara kotor berhasil dicabut. Penebangan liar meningkat drastis ketika krisis ekonomi memaksa orang menggunakan segala cara untuk bertahan hidup. Dilaporkan bahwa penebangan liar melibatkan cukong-cukong hutan, militer dan polisi, serta petugas dinas konservasi. Akibatnya keberadaan hutan, kawasan lindung dan habitat kehidupan liar terancam.
Laporan itu menunjukkan bahwa masalah utama dalam pensyaratan (kondisionalitas) sektor kehutanan adalah bahwa kelompok-kelompok masyarakat sipil Indonesia tidak dilibatkan dalam merancang kebijakan sektor kehutanan yang baru. Kelompok-kelompok inilah yang sesungguhnya merupakan pihak yang tepat untuk mengidentifikasi masalah-masalah sektor kehutanan dan untuk merekomendasikan kebijakan-kebijakan bagi pemerintah. Kalangan LSM Indonesia merasa bahwa waktu yang disediakan untuk proses dan konsultasi tidak memadai. Undang-undang kehutanan 1999 juga memfokuskan sektor kehutanan demi tujuan-tujuan ekonomi dengan membuka sektor tersebut untuk kompetisi pasar tanpa menghiraukan isu-isu penting, seperti reformasi hak dan peraturan atas tanah penduduk asli yang sejalan dengan perlindungan hutan. Mekanisme penerapan peraturan yang ada sangat tidak memadai, padahal sangat dibutuhkan untuk memastikan pencapaian sasaran kebijakan-kebijakan yang berlaku. Sejak tahun 1996, anggaran untuk mengelola kawasan lindung terus merosot setiap tahunnya. Pada tahun 1998, pemotongan anggaran bahkan memaksa Jakarta, salah satu kota paling berpolusi sedunia, untuk menunda semua program lingkungan hidup.*
Laporan itu juga menyebutkan bahwa selama upaya-upaya perlindungan hutan terganggu, langkah-langkah kebijakan IMF lainnya justru terang-terangan mengesampingkan masalah lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat kawasan tersebut. Mandat IMF untuk menghapuskan hambatan untuk investasi asing dan ekspor bertentangan secara langsung dengan sasaran konversi lahan yang berwawasan lingkungan, sebagaimana dimandatkan dalam kesepakatan pinjaman IMF. Sebagai contoh, LoI 1998 yang disepakati oleh Pemerintah Indonesia mendukung perluasan sektor minyak kelapa sawit Indonesia dengan dicabutnya hambatan bagi investasi asing.
Produksi minyak kelapa sawit menurun pada dua tahun terakhir, karena alasan antara lain, tarif ekspor dan biaya awal yang tinggi. Namun, dengan bantuan IMF tarif dipangkas dan produsen mendapat insentif. Hasilnya, ekspor minyak kelapa sawit menjadi jauh lebih menguntungkan bagi produsen Indonesia. Disisi lain, produksi minyak kelapa sawit Indonesia dituding sebagai penyebab utama konversi hutan Indonesia untuk pertanian dan keperluan non-kehutanan lainnya, yang pada gilirannya mendorong percepatan penggundulan hutan.
Laporan Friends of the Earth tersebut mengajukan rekomendasi berikut kepada IMF:
* lihat S.Emilia, 2 Juli, 1999 "Crisis Forces Jakarta to Sacrifice Its Environmental Programs." Jakarta Post and 16 Maret, 1999 Indonesia: Supplementary memorandum of economic and financial policies. Fourth Review Under the Extended Arrangement.
Ringkasan Laporan Friends of the Earth ‚'The IMF: Selling the Environment' – lihat www.foe.org
11-17 April: | Pertemuan Musim Semi IMF dan Kelompok Bank Dunia, Washington USA |
26-28 April: | Pertemuan untuk Mengulas Kebijakan Kehutanan Bank Dunia, Singapore |
6-8 Mei: | Pertemuan Tahunan Bank Pembangunan Asia, Chiang Mai, Thailand |
Update dan Factsheet tentang LKI tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Anda dapat memperolehnya melalui email (versi rtf) secara cuma-cuma. Edisi cetak tersedia sebagai suplemen newsletter DTE. Newsletter dapat Anda peroleh dengan cara berlangganan atau saling tukar dengan publikasi organisasi Anda. Bila Anda ingin menerima Update bulanan dan Factsheet via email, silakan kirim alamat email Anda ke dte@gn.apc.org. Cantumkanlah bahasa yang Anda kehendaki. Anda juga bisa memilih kedua bahasa.