Switch to English



Update Down to Earth tentang Lembaga-lembaga Keuangan Internasional


No 34, Oktober 2003


Protes terhadap kelanjutan RUU Sumber Daya Air

Pada tanggal 6 Agustus 2003, ribuan petani, serikat pekerja, dan aktivis ornop berdemonstrasi di depan gedung DPR untuk meminta penghentian rencana pengesahan RUU Sumber Daya Air dan sekaligus menyatakan beroposisi terhadap rencana privatisasi air yang tersirat dalam RUU tersebut.

Ribuan petani asal Karawang (Jawa Barat) mengatakan bahwa setelah Otorita Jatiluhur Jasa Tirta II menguasai sungai dengan cara komersial, petani tidak lagi mendapatkan irigasi karena sektor industri yang mampu membayar lebih mahal menjadi prioritas. Keterbatasan air untuk irigasi dan keperluan sehari-hari menjadi problem utama yang disampaikan petani. Di Klaten (Jawa Tengah), petani mengalami penurunan pasokan air untuk irigasi setelah sungai yang ada dikuasai oleh PT Aqua.

Pada hari yang sama siangnya Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah menggelar konferensi pers mengenai RUU Sumber Daya Air. Beberapa aktivis ornop dari YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), Indonesian Forum on Globalisation, dan Koalisi Anti Utang mendapat kesempatan untuk menyatakan masalah yang berkaitan dengan RUU Sumber Daya Air. Menteri Permukiman dan Pengembangan Wilayah, Soenarno, mengatakan bahwa pemerintah setuju merevisi UU Sumber Daya Air karena UU yang lama sudah 30 tahun tidak direvisi dan belum mengakomodasi prinsip desentralisasi, keadilan, dan demokrasi. Pemerintah tidak pernah secara terbuka mengakui bahwa RUU Sumber Daya Air merupakan bagian dari persyaratan pinjaman dengan Bank Dunia dalam skema WATSAL (Water Resources Sector Adjustment Loan-lihat LKI Factsheet No.28 Maret 2003 mengenai privatisasi air).

Dalam skema WATSAL, Bank Dunia menjanjikan pinjaman sebesar US$ 300 juta yang dibagi dalam tiga tahap. Sebesar US$ 150 juta telah dicairkan dalam 2 termin dengan persyaratan sejumlah PP dan Kepress untuk meliberalisasi sektor air. Sisa pinjaman sebesar US$ 150 juta akan dicairkan bila DPR sudah mengesahkan RUU SD Air yang diusulkan pemerintah. Koalisi Ornop meyakini Bank Dunia mendikte pemerintah agar segera menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sumber Daya Air karena pembenahan ini menjadi syarat mutlak untuk pencairan seluruh utang yang dijanjikan. Watsal dan RUU Sumber Daya Air itu akan mengawali komersialisasi dan privatisasi sektor air.

Berkaitan dengan hal itu, pada tanggal 19 September 2003, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air yang melakukan aksi di depan Gedung BEJ (Bank Dunia) menolak untuk bertemu Bank Dunia karena Bank Dunia tidak mengizinkan wartawan menghadiri pertemuan dengan Koalisi tersebut. Koalisi tidak menolak RUU Sumber Daya Air karena memang dibutuhkan. Penolakan lebih pada materi RUU itu yang dianggap tidak mengutamakan kepentingan rakyat. Selain itu, Koalisi juga menyayangkan proses pembahasan RUU yang terkesan sangat tidak transparan. Proses konsultasi publik yang seharusnya menjadi sarana untuk menampung aspirasi masyarakat, tidak pernah dilakukan secara terbuka. Perkembangan RUU SDA sendiri saat ini, yang semula akan disahkan pada tanggal 23 September 2003 ditunda karena Bank Dunia berencana untuk meninjau ulang kembali RUU tersebut. Pemerintah Indonesia sendiri sangat ingin mengesahkan RUU tersebut karena pengesahannya akan berdampak pada pencairan dana pinjaman sebesar US$ 150 juta dari Bank Dunia untuk kas APBN 2004.

Sumber :
utang@yahoogroups.com
southasia_ngoforum@yahoogroups.com
http://www.walhi.or.id


Proyek Bank Dunia

Dalam bulan Juli 2003, Bank Dunia memberikan pinjaman US$ 460 juta untuk tiga proyek melalui IBRD dan IDA. Pinjaman IBRD berbunga 2,5% dengan jangka waktu pengembalian 20 tahun, sementara pinjaman IDA berbunga 0% dengan jangka waktu pengembalian 40 tahun.

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) tahap III sebesar US$ 204 juta (IBRD) dan US$ 46 juta (IDA). PPK adalah program pengembangan masyarakat yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kemampuan institusi di desa melalui mekanisme perencanaan komunitas.

Proyek Manajemen Sumberdaya Air dan Irigasi tahap pertama sebesar US$ 45 juta (IBRD) dan US$ 25 juta?? (IDA). Program ini mendorong manajemen sumberdaya air permukaan (surface and groundwater) dan infrastruktur yang berkelanjutan dan seimbang, peningkatan pendapatan rumah tangga petani irigasi dan ketahanan pangan regional, manajemen berkelanjutan yang memperhatikan efektivitas biaya. Proyek air ini paralel dengan proyek serupa yang didanai oleh ADB dan JBIC (Japan Bank for International Corporation). Program ini tidak termasuk dalam skema WATSAL tetapi masih merupakan bagian dari upaya untuk menyiapkan infrastruktur dan institusi yang memudahkan privatisasi dan menarik investor.

Proyek Restrukturisasi dan Penguatan Sektor Energi di Jawa-Bali. Proyek ini mendukung implementasi rencana restrukturisasi PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan memperkuat sistem pasokan listrik. Selain itu juga membantu PGN (Perusahaan Gas Negara) mempersiapkan rencana dasar restrukturisasi transmisi dan distribusi. Dana untuk proyek ini seluruhnya sebesar US$ 212 juta, terdiri dari pinjaman Bank Dunia sebesar US$ 140 juta dan dana Pemerintah Indonesia sebesar US$ 70 juta.

Indonesia akan tetap menjadi klien penting Bank Dunia, seperti dikatakan Andrew Steer, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia. Untuk itu Bank Dunia akan tetap memberikan dukungan dalam pemulihan ekonomi. Ketiga proyek ini dianggap berperan penting didalam upaya mengurangi kemiskinan dan memperbaiki prasarana utama di Indonesia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Walaupun Indonesia lepas dari IMF tetapi keterikatan dengan Bank Dunia –yang bersama Jepang akan menjadi donor terbesar pasca IMF (lihat LKI Juli 2003)- masih sangat besar. Itu artinya, Indonesia masih akan terikat dengan sejumlah persyaratan pinjaman untuk mempersiapkan institusi dan infrastruktur bagi kepentingan pertumbuhan, investasi dan pasar.

Selain itu, dalam bulan September 2003, Bank Dunia menyuntik dana tambahan untuk menyelesaikan pembangunan rel ganda Jakarta-Bandung. Proyek senilai US$ 65,2 juta ini seharusnya selesai pada September 2002, tetapi diperpanjang sampai dengan September 2004 dengan tambahan dana dari Bank Dunia sebesar Rp 20 milyar. Menurut Taufik Hidayat, Direktur Eksekutif Indonesian Railway Watch, langkah pemberian dana tambahan tersebut seharusnya diikuti permintaan pertanggungjawaban dari pimpinan proyek, konsultan, dan perencana proyek atas kegagalan menuntaskan proyek sesuai target waktu.

Sumber :
http://www.worldbank.org/projects
Jakarta : Mohamad Al-Arief. Email malarief@worldbank.org
Washington : Kimberly Versak. Email kversak@worldbank.org
Kompas, 5 September 2003


Proyek prasarana ADB

Umar Hadi, Kepala Cabang PLN Palu, dalam pertemuan dengan DPRD mengatakan bahwa ADB telah mengalokasikan sejumlah dana yang belum dirinci besarnya untuk membiayai rekonstruksi PLTA Danau Lindu. ADB telah membiayai pembangunan PLTA Danau Lindu berkapasitas 75 megawatt (MW) sejak 1994, untuk memasok kebutuhan listrik di Sulawesi Utara, walaupun pada tahun 1997 ADB sempat menghentikan pembiayaan tersebut karena protes ornop.

Ornop berpendapat bahwa proyek tersebut menyebabkan kerusakan ekosistem di Taman Nasional Lore-Lindu. Berkembang isu bahwa enam desa di sekitar Lindu akan terendam akibat peningkatan ketinggian permukaan air danau Lindu yang dibutuhkan untuk pembangkit listrik. Namun, pemerintah mengatakan bahwa isu tersebut berlebihan karena studi kelayakan yang dilakukan oleh PLN pusat dan sejumlah universitas memperlihatkan bahwa untuk menggerakkan PLTA tersebut tidak perlu ada peningkatan tinggi permukaan air.

Dalam lima tahun terakhir, ADB telah memberikan dana sebesar US$1 triliun untuk membiayai 72 proyek. Sekitar 40% pinjaman ADB dialokasikan untuk proyek pembangunan di tiga provinsi di Indonesia yaitu Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Proyek pembangunan jalan ruas Semoi Sepaku - Petung di Propinsi Kalimantan Timur dengan panjang seluruhnya sekitar 21,73 km, dialokasikan dana sebesar Rp 9,46 milyar yang bersumber dari APBN dan Bantuan Luar Negeri yaitu Pinjaman ADB melalui IBRD.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil) dengan dukungan dana hibah dari Asian Development Bank (ADB) juga telah menyiapkan program penanganan lingkungan permukiman kumuh berbasis pemberdayaan masyarakat miskin melalui kegiatan "Project Preparation Technical Assistance (PPTA): Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project/NUSSP (ADB TA-3895 INO)". Program penanganan lingkungan permukiman kumuh yang berbasis pada masyarakat miskin (NUSSP) merupakan bagian dari program penanggulangan kemiskinan dan mempunyai peluang besar untuk memperoleh Kredit ADF (soft loan), sehingga diharapkan pada tahun 2004-2007 akan menjangkau 5.000 ha permukiman kumuh serta meningkatkan kualitas kehidupan bagi 2 juta jiwa penduduk di 30 - 40 kota di Indonesia. Proyek ini juga ditujukan untuk meningkatkan kapasitas ketatapemerintahan di tingkat lokal dan mengembangkan kerjasama tripartit antara masyarakat sipil, pemerintah and sektor swasta.

Pendekatan pelaksanaan program ini menggunakan Konsep TRIDAYA sebagaimana tercantum dalam Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Perumahan dan Permukiman (KSNPP) yang telah ditetapkan dengan Kepmen Kimpraswil selaku ketua BKP4N No. 217/KPTS/M/2002 tanggal 13 Mei 2002. Sasaran kegiatan ini meliputi : (i) perkuatan kapasitas institusi pemerintahan dan masyarakat di bidang perumahan dan permukiman; (ii) peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh (neighborhood upgrading); (iii) pembiayaan perumahan (housing finance)

Program-program pembangunan di daerah kumuh baik dari ADB dan Bank Dunia adalah bagian dari program untuk menanggulangi kemiskinan di daerah perkotaan. Program Bank Dunia sendiri saat ini untuk daerah perkotaan adalah program P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) dengan mekanisme yang sama seperti PPK (Program Pengembangan Kecamatan).

Melihat dari mekanisme yang dikembangkan, pembangunan infrastrukturnya sendiri bukanlah hasil keluaran akhir, melainkan membangun institusi atau kerjasama yang kemudian menjadi fokus. Pada akhirnya upaya-upaya ini harus dilihat sebagai upaya untuk menyiapkan infrastruktur secara bersamaan dengan persiapan manajemen ketatapemerintahan perkotaan yang akan mendukung pertumbuhan dan investasi yang kemudian berdampak kepada penanggulangan kemiskinan.

Sumber :
INFID's Short News Overview No. 138: June 20 - 26, 2003 http://www.infid.be/shortnewsoverview.html
Asia Pulse 07/07
http://www.kimpraswil.go.id/Humas/news2003/ppw0808031.htm
http://www.kimpraswil.go.id/Humas/news2003/ppw0708032.htm


Kemitraan ADB-Ornop dalam pengurangan kemiskinan

Menindaklanjuti rekomendasi proses konsultasi mengenai kerangka kerja sama ADB, LSM dan pemerintah yang diselenggarakan ADB pada tahun 2002, ADB menyetujui hibah bantuan teknis regional (RETA) sebesar US$500,000 untuk Kemitraan LSM dalam Pengurangan Kemiskinan (NGO Partnership For Poverty Reduction). Bantuan teknis ini ditujukan untuk memperkuat pengembangan kemitraan yang strategis dalam jangka panjang dengan LSM dan pemerintah dalam rangka mengurangi kemiskinan di kawasan Asia dan Pasifik.

Indonesia sendiri akan menerima maksimum US$ 50.000 yang akan disalurkan ke sejumlah LSM untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pengurangan kemiskinan yang inovatif atau pembangunan nasional atau kegiatan-kegiatan lain yang memiliki kaitan strategis dengan kegiatan ADB di Indonesia. Setelah pemerintah Indonesia menyetujui pelaksanaan pendampingan teknis (Technical Assistance-TA) ini, Indonesian Resident Mission ADB mencalonkan 30 LSM untuk mendapatkan kemungkinan pendanaan dari bantuan teknis ini. Mereka adalah LSM yang aktif terlibat dalam proses konsultasi di Indonesia tahun lalu.

Sumber :
forumadb@yahoogroups.com
sawarung@bdg.centrin.net.id
Contact Person : ahariandja@adb.org atau asundari@adb.org


Keputusan Pemerintah Indonesia mengenai exit strategy dengan IMF

Pemerintah memutuskan menempuh opsi Monitoring Pasca Program atau Post Program Monitoring (PPM) (Lihat Factsheet LKI No. Juni 2003), dengan konsekuensi pembayaran utang ke IMF sesuai jadwal. Total utang ke IMF senilai US$ 9 miliar, baru akan dilunasi tahun 2010, tetapi Pemerintah menjanjikan mempercepat hingga tahun 2007. Jika pemerintah membayar sebesar US$ dua miliar /tahun hingga tahun 2006, utang yang tersisa tinggal US$ 3 miliar, atau tidak melebihi 100% kuota pinjaman IMF. Hal ini berarti setelah 2006 Indonesia sudah menjadi anggota biasa IMF. Dengan percepatan pembayaran itu, cadangan devisa sebesar 34 miliar dollar AS hanya akan berkurang enam miliar dollar, atau masih tersisa US$ 28 miliar.

Menanggapi keputusan pemerintah, Koalisi Anti Utang meminta pemerintah untuk mengikuti saran MPR untuk mengembalikan utang kepada IMF sedemikian rupa sehingga utang Indonesia tidak melebihi 100% kuota dan Indonesia kembali menjadi anggota biasa. Pemerintah harus segera mengoreksi kebijakan PPM yang sudah diputuskan karena PPM tidak menghilangkan intervensi IMF. Pemerintah akan ditekan untuk terus mengurangi subsidi BBM, pendidikan, dan kesehatan, serta menstimulus perekonomian nasional. Mobilisasi dana akan terpaksa dijalankan dengan meningkatkan penerimaan pajak dan melaksanakan privatisasi.

Sumber :
Kompas, 8 Agustus 2003
Tempo Interaktif 30 Juni 2003
Press Release Koalisi Anti Utang 11 Agustus 2003 di www.kau.or.id


Pinjaman Jepang : Jepang tetap melanjutkan proyek infrastruktur mengabaikan kasus Kotopanjang

WALHI meminta pemerintah Jepang untuk menghapus utang Pemerintah Indonesia yang digunakan untuk membiayai pembangunan waduk di Kotopanjang (Sumatera Barat) sebesar 31 triliun yen. Longgena Ginting, Direktur Eksekutif WALHI, mengatakan bahwa pembangunan dam telah menghancurkan habibat gajah yang tinggal di sekitar dam tersebut. Selain itu, waduk dan PLTA yang direncanakan menghasilkan listrik sebesar 114 megawatts (MW) ternyata hanya menghasilkan kurang dari 30 MW.

Walaupun demikian, Pemerintah Jepang menaruh perhatian pada masalah pembangunan infrastruktur ekonomi agar dapat melaksanakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan yang dilaksanakan oleh sektor swasta yang merupakan bidang prioritas utama Pinjaman Yen dan berharap proyek ini akan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi Indonesia.

Dalam bulan Agustus 2003, Pemerintah Jepang memberikan pinjaman untuk pengembangan bandara di Surabaya dan Palembang. Pinjaman untuk proyek Pembangunan Bandara Surabaya tahap II senilai ¥ 15,007 milyar (sekitar US$ 125 juta atau Rp. 1,06 trilyun) dan untuk bandara Palembang sebesar 8.826 juta Yen (sekitar US$ 74 juta, atau Rp. 620 milyar).

Sumber :
Jakarta Post 02/07
http://www.id.emb-japan.go.jp/news03_38.html


Bank Dunia : Laporan Monitoring Lingkungan di Indonesia

Dalam bulan Juli 2003, Koordinator Lingkungan Bank Dunia untuk Indonesia,Thomas E. Walton, atas nama Bank Dunia mengeluarkan publikasi berupa Laporan Monitoring Lingkungan Indonesia. Monitoring ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Monitoring Lingkungan di Asia Timur (East Asian Environment Monitor) yang diprakarsai tahun 2000. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memantau kecenderungan lingkungan di negara-negara Asia Timur dan Pasifik. Pemantauan tersebut memberikan suatu tinjauan luas mengenai polusi udara, air dan tanah, serta sumber-sumber polusi yang utama dan ancaman yang terkait dengan kesehatan dan sumber alam. Di Indonesia, pemantauan ini merupakan titik awal dari pembaruan kecenderungan dan kondisi yang akan dilakukan secara periodik.

Dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa Indonesia mencapai prestasi yang signifikan dalam pengelolaan polusi, antara lain dengan penghapusan timbal dalam bensin di Jakarta serta pengurangan penggunaan bahan-bahan yang menipiskan ozon. Namuan demikian, masih ada beberapa tantangan yang harus diperbaiki.

Ringkasan hasil pemantauan tersebut adalah :

  1. Kualitas udara Indonesia terancam yang mengakibatkan meningkatnya masalah kesehatan dan kerugian produktivitas. Polusi udara di perkotaan khususnya oleh timbal dan partikel halus merupakan keprihatinan kesehatan umum di Indonesia. Bahan pencemar lain yang berkaitan adalah sulfur, NO2, CO, dan ozon. Peningkatan urbanisasi, motorisasi, dan industrialisasi telah memperburuk kondisi udara. Jumlah kendaraan meningkat lebih dari 6 juta dari tahun 1995-2000. Kebakaran hutan yang disebabkan konversi tanah dalam skala besar telah mengakibatkan polusi udara di Indonesia dan negara tetangga.

  2. Ketersediaan air tahunan yang sangat tinggi, 13.700m3/kapita, tetapi umumnya sungai di Indonesia tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Tingkat penutupan penyaluran kotoran dan sanitasi yang terendah di Asia, dan hal ini telah menyebabkan kontaminasi air tanah dan air permukaan yang meluas. Beberapa kota di Indonesia malah mempunyai sistem pembuangan yang tidak sempurna, sebagian masyarakat membuang limbah ke sungai atau kanal. Akibatnya berulangkali terjadi wabah infeksi lambung. Indonesia mempunyai insiden penyakit tipus tertinggi di Asia. Sumber polusi air lainnya adalah pertambangan dan pengaliran air yang tidak lancar dan tidak teratur.

  3. Dalam lima tahun terakhir produksi limbah meningkat secara signifikan. Buruknya pengelolaan limbah padat dan berbahaya telah mengakibatkan degradasi tanah, udara dan air, dan berdampak pada kesehatan manusia. Penimbunan sampah terbuka masih merupakan hal lazim di Indonesia, 90% limbah dibuang dengan cara ini, sehingga menghasilkan bahan-bahan yang mencemarkan air tanah dan menambah berkembangbiaknya hama dan kuman. Sebagian limbah yang tidak dikumpulkan telah dibakar, sehingga menambah polusi udara perkotaan, sementara yang lain menghambat aliran air di sungai dan kanal. Selain itu, akibatnya menambah insiden banjir serta penyebaran air yang tercemar ke daerah-daerah yang letaknya lebih rendah.
Mengacu pada persoalan-persoalan tersebut, Indonesia harus melakukan serangkaian kegiatan berikut :
  1. Polusi udara
    • Bensin yang mengandung timbal telah dihapus di jakarta dan diharapkan akan dihapus di seluruh Indonesia pada Januari 2003.
    • Perlunya dasar pengetahuan, analisa, dan penyadaran mengenai kualitas udara dan pengelolaan hutan
    • Perlunya untuk mengetahui lebih baik polusi udara di rumah dan dampaknya pada kesehatan
  2. Polusi air
    • Perbaikan pasokan air dan pengetahuan sistem sanitasi yang layak mungkin dapat mengurangi kematian akibat diare.
  3. Limbah padat dan berbahaya
    • Diperlukan studi terhadap aliran limbah untuk menentukan metode pembuangan yang sesuai.
    • Partisipasi masyarakat perlu untuk menentukan pembuangan limbah yang dapat diterima dan pilihan-pilihan untuk melakukan kontrol.
    • Lembaga-lembaga yang lebih kuat, khususnya di tingkat kotamadya, serta mekanisme pendanaan yang sesuai.
Sumber :
http://www.worldbank.or.id/eap/eap.nsf/2500ec5f1a2d9bad852568a3006f557d/f3aa694ea4c089b1472569af00185795?OpenDocument

Catatan:

Ringkasan hasil konsultasi Tinjauan Industri Ekstraktif Asia Pasifik (lihat Update LKI Mei 2003) di Bali telah diterbitkan. Isu utama yang dibicarakan adalah buruknya pengaturan (governance) dalam bentuk korupsi, resolusi konflik, manajemen penerimaan, dan hak asasi; isu lingkungan berupa pemanasan global dan pencemaran air laut, serta dampak tidak terkontrolnya perkembangan pertambangan skala kecil dan mikro. Ringkasan tersebut dapat dilihat dalam situs www.eireview.org


Update LKI diterbitkan oleh Down to Earth, Kampanye Internasional untuk Lingkungan Hidup yang Berkeadilan di Indonesia.

Update dan Factsheet tentang LKI tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Anda dapat memperolehnya melalui email (versi rtf) secara cuma-cuma. Edisi cetak tersedia sebagai suplemen newsletter DTE. Newsletter dapat Anda peroleh dengan cara berlangganan atau saling tukar dengan publikasi organisasi Anda. Bila Anda ingin menerima Update bulanan dan Factsheet via email, silakan kirim alamat email Anda ke dte@gn.apc.org. Cantumkanlah bahasa yang Anda kehendaki. Anda juga bisa memilih kedua bahasa


Kantor: 59 Athenlay Rd, London SE15 3EN, England; email: dte@gn.apc.org tel/fax: +44 207732 7984; web:http://dte.gn.apc.org


   Advokasi    DTE Homepage    Buletin    Link