Pernyataan Bersama Ornop Indonesia dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara tentang:
Bilateral Agreement between the Government of Indonesia and the Government of the United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland on cooperation to improve forest law enforcement and governance and to combat illegal logging and the international trade in illegally logged timber and wood products
Kami, ornop Indonesia dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara yang menandatangani pernyataan ini mewakili sejumlah ornop yang bekerja bagi pelestarian hutan dan mewakili organisasi masyarakat adat yang hidup dan tinggal di kawasan hutan. Kami sangat peduli dan menaruh perhatian yang sangat besar atas kelestarian dan keadilan pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia.
Kami sangat prihatin atas tingkat kerusakan dan penurunan kualitas sumberdaya hutan akibat kekeliruan penetapan kebijakan pengelolaan kehutanan selama bertahun-tahun yang mengakibatkan kerusakan sumberdaya hutan dalam skala massif serta merosotnya kehidupan jutaan masyarakat lokal dan kelompok-kelompok masyarakat asli yang hidup dalam kawasan hutan.
Gagalnya kepengurusan hutan (forest governance) serta penyelenggaraan kehutanan yang korup telah mendorong tingginya permintaan kayu serta memicu penebangan eksploitasi yang tidak terkontrol dan konversi hutan-hutan alam skala besar telah mengakibatkan hancurnya keseimbangan ekologis hutan yang ditandai dengan berbagai bencana alam seperti kebakaran hutan, banjir dan tanah longsor di hampir seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan kehutanan selama ini lebih jauh lagi telah menyebabkan terjadinya kekerasan, ketakutan dan bentuk-bentuk pelanggaran hak-hak asasi bagi masyarakat yang hidup dalam kawasan hutan.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, kami ingin menyampaikan sikap kami atas rencana kerjasama antara pemerintah Republik Indonesia dengan Kerajaan Inggris untuk meningkatkan kerjasama dalam memerangi illegal logging dan perdagangan internasional kayu dan produk kayu illegal.
Kami sangat menghargai upaya kedua pemerintah dan menyambut rencana kerjasama dalam memerangi kejahatan-kejahatan kehutanan di Indonesia. Secara teknis, kami memandang bahwa perjanjian bilateral ini secara telah mencakup isu-isu seputar illegal logging dan illegal trade (timber trafficking) secara luas. Kami tidak yakin bahwa perjanjian kerjasama ini sudah memadai sebagai sebuah mekanisme untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya hutan yang berkelanjutan di Indonesia. Kami meminta kepada kedua belah pihak untuk saling bekerjasama mendukung pengelolaan hutan yang adil dan lestari di Indonesia. Oleh karena itu, kami secara kritis ingin berkontribusi beberapa pikiran dan masukan yang belum tercakup pada rencana kerjasama yang akan dituangkan dalam sebuah perjanjian (memorandum of understanding) tersebut, sebagai berikut:
- Kelebihan kapasitas (over capacity) industri perkayuan
Telah diakui secara luas bahwa kelebihan kapasitas industri pekayuan telah menjadi penyebab tingginya tingkat penebangan kayu. Sebuah penelitian yang disponsori pemerintah Inggris sendiri pada tahun 1999 telah tiba pada kesimpulan bahwa kelebihan kapasitas industri perkayuan ini telah menyumbang tingkat penebangan kayu dari sumber illegal dan yang tidak tercatat hingga 56 juta meter kubik (70 persen) dari total penebangan per tahunnya. Mengingkari atau menutup mata atas kenyataan ini pada akhirnya hanya akan menghasilkan perbaikan yang semu dan tidak menyentuh pada akar masalah terjadinya illegal logging dan praktek-praktek illegal lainnya. Karena itu, menurut kami, perjanjian bilateral ini sebaiknya memasukkan pernyataan atas fakta ini, dengan pernyataan sebagai berikut:
Mengakui bahwa telah terjadi kelebihan kapasitas industri olah kayu secara substansial yang mendorong pada eksploitasi berlebih (over eksploitasi) dan tidak terkontrol.
Dengan demikian maka salah satu bentuk kerjasama yang dapat dilakukan adalah:
Mendukung pemerintah Indonesia untuk melakukan segera pengurangan secara substansi kapasitas industri-industri kehutanan melalui kegiatan due diligence yang ketat dengan standar-standar ekologi, sosial dan ekonomi yang dikembangkan dan diawasi secara multi-pihak (multistakeholders) bagi perusahaan-perusahaan yang mengalami masalah serius dengan keuangan dan kelangkaan bahan baku.
- Kepastian hak-hak tenurial (penguasaan) kawasan hutan masyarakat adat
Ketidakpastian penguasaan kawasan hutan (tenurial) dan kapasitas pemerintah yang terbatas dalam pengawasan hutan, telah menyebabkan sumberdaya hutan menjadi sumberdaya yang tidak berharga dan kawasan hutan menjadi kawasan eksploitasi yang bebas. Menurut pandangan kami, kepastian hak-hak tenurial masyarakat adat harus menjadi insentif utama bagi masyarakat lokal melindungi dan memanfaatkan sumberdaya hutan secara lebih lestari dan adil. Menurut kami, perjanjian ini sebaiknya memuat issu ini dengan pernyataan, sebagai berikut:
Mengakui keberadaan dan peran masyarakat adat dalam pelestarian hutan dan mengakui bahwa kehidupan mereka sedang terancam akibat merosotnya kualitas hutan serta praktek pengelolaan hutan yang mengancam kelestarian hutan serta bentuk-bentuk kekerasan yang sering menyertai kegiatan di sektor kehutanan.
Mengakui ketidakpastian hak tenurial masyarakat adat atas kawasan hutan telah menyebabkan kerusakan hutan yang luas akibat eksploitasi kehutanan, baik yang legal maupun tidak legal.
Dengan demikian maka salah satu bentuk kerjasama yang dapat dilakukan adalah:
Mendukung pemerintah Indonesia untuk melakukan upaya-upaya segera bagi pengakuan atas hak-hak tenurial masyarakat adat serta mengembangkan perlindungan hak-hak tenurial sebagai sebuah insentif bagi masyarakat untuk menjamin perlindungan atas sumberdaya hutan.
- Kepengurusan kehutanan (Forest Governance)
Sebagian besar kebijakan kehutanan yang telah diterapkan selama puluhan tahun telah waktunya untuk diperbaharui. Kebijakan pengurusan hutan selama ini telah menjadi pemicu utama dari praktek-praktek korupsi, illegal (illegalities) dan lemahnya penegakan hukum. Keseluruhan permasalahan tersebut telah menyebabkan pemerintah tidak mungkin dapat menghentikan praktek-praktek illegal secara efektif di sektor kehutanan tanpa melibatkan secara proaktif stakakeholder utama, masyarakat lokal/masyarakat adat.
Pemerintah Indonesia juga harus secara proaktif membangun aliansi dan jaringan kerja dengan pemerintah daerah dan stakeholders yang lain, serta menjalin kerjasama langsung dengan masyarakat adat dan atau masyarakat lokal untuk melakukan tindakan yang mempunyai dampak efektif menghentikan kegiatan illegal logging di lapangan.
Bentuk pernyataan yang dapat dituangkan dalam perjanjian tersebut adalah:
Mengakui kegagalan pendekatan pengelolaan kehutanan yang tertutup dan sentralitik yang mendorong praktek-praktek korupsi dan kolusi yang berdampak serius terhadap lemahnya penegakan hukum di Indonesia.
Bentuk kerjasama yang dapat dilakukan adalah:
Mendukung Departemen Kehutanan dan instansi yang relevan lainnya untuk lebih serius membangun aspek-aspek akuntibilitas, transparansi dan melibatkan masyarakat sipil dalam proses penegakan hukum di sektor kehutanan
Memorandum ini juga sebaiknya mendorong terwujudnya kesepakatan dengan pemerintah-pemerintah daerah dan mendorong adanya institusi-institusi di daerah untuk melakukan perubahan-perubahan pengelolaan hutan dengan berdasarkan status dan keberlangsungan sumberdaya hutan di daerah tersebut. Usulan bentuk kerjasama yang dapat dilakukan adalah:
Mendukung pemerintah Indonesia untuk memfasilitasi pemerintah-pemerintah daerah untuk melakukan perhitungan sumberdaya hutan (revaluasi) dan mendorong proses institusionaliasi inisiatif-inistif lokal untuk melindungi sumberdaya hutan yang tersisa
- Peran pemerintah Inggris sebagai investastor dan konsumen
Konversi hutan alam juga telah menjadi sebuah masalah utama bagi hutan Indonesia, meskipun pemerintah Indonesia telah menyatakan moratorium bagi ijin-ijin konversi hutan alam pada tahun 1998. Pemerintah Indonesia berada dalam posisi dilematis diantara untuk melindungi kawasan hutan, namun di sisi lain diminta menerima investasi di sektor ini. Investasi pada agrobisnis seperti perkebunan kelapa sawit juga telah menempatkan kawasan hutan berada dalam ancaman. Sehubungan dengan kami juga meminta pemerintah Inggris untuk mendukung upaya-upaya peningkatan standard-standar lingkungan dan sosial perusahaan-perusahaan yang berbasis di Inggris dan perusahaan multi-nasional lainnya yang sedang mengembangkan investasi mereka di Indonesia. Karena itu, menurut kami, perjanjian ini sebaiknya juga mencantumkan issu ini dengan pernyataan, sebagai berikut:
Mengakui peran investasi internasional dalam menyumbang tekanan terhadap hutan alam di Indonesia, terutama dalam investasi di sector perkebunan industri kelapa sawit dan hutan tanaman, invesasti dalam industri pabrik kertas dan pulp.
Dengan demikian maka, kami mengusulkan salah satu perjanjian kerjasama tersebut adalah:
Pemerintah Inggris akan mengadopsi standar-standar sosial dan linkungan yang tinggi bagi seluruh badan-badan pemerintah, termasuk lembaga-lembaga ekspor kredit (ECA) dan juga melakukan hal yang sama terhadap investor dari negeri Inggris.
Kami juga sangat menghargai upaya pemerintah Inggris untuk terus meningkatkan standard-standard lingkungan dan sosial dalam pembelian kayu dan bahan-bahan kayu dari Indonesia. Standar ini sebaiknya terus ditingkatkan, dan tidak saja meliputi masalah legalitas, namun juga meliputi masalah-masalah keberlanjutan sumberdaya hutan.
Demikian pernyataan ini kami keluarkan secara bersama-sama. Kami akan terus mengamati dan memantau perkembangan perjanjian ini dan terutama dalam pelaksanaannya di Indonesia.
Kami juga menganjurkan ornop di Inggris dan kelompok masyarakat sipil dan warga negara lain mendukung perhatian (concerns) kami.
17 April 2002
Hormat kami,
- Bestari Raden, Den Upa Rombilayuk, H. Nazarius (National Board of Indigenous Peoples Alliance of Archipelo-AMAN), rumahaman@cbn.net.id dan Abdon Nababan, AMAN-National Office, Jakarta, gpakko@indo.net.id
- Longgena Ginting, WALHI National Office, Jakarta, kuleh@indo.net.id
- Hapsoro, TELAPAK, Bogor, hapsoro@telapak.org
- Rudy Lumuru, Sawit-Watch, Bogor, rudy@sawitwatch.org
- Boedhi Widjarjo, RACA Institute, Jakarta, tandt@indo.net.id
- Muayat Ali Muhshi, KPSHK, Bogor, muayat@indo.net.id
- Togu Manurung, Forest Watch Indonesia, Bogor, mtogu@indo.net.id
- Restu Akhmaliadi, Indonesian Community Mapping Network, Bogor, jkpp@indo.net.id
- Nordin, WALHI Central Kalimantan, Palangkaraya, walhi@palangkaraya.wasantara.net.id
- Berry N Forqan, WALHI South Kalimantan, Banjarmasin, berry_nf@yahoo.com
- Purnomo, Peduli Indonesia, Mojokerto-East Java, concern@indosat.net.id
- Hasjrul Junaid, The SKEPHI Support Office Foundation, Amsterdam/Netherlands,
skephieu@hotmail.com
- Herman, Yayasan Pendidikan Rakyat, Palu, Central Sulawesi, ypr@palu.wasantara.net.id
- Muchlis L. Usman, Yayasan Cinta Alam, Kendari, South-East Sulawesi, yascita@kendari.wasantara.net.id
- Henri Nurcahyo, Lembaga Ekologi Budaya (ELBUD), Sidoarjo, East Java, henrinur2001@yahoo.com
- Edmond Leonardo,WALHI Central Sulawesi Tengah, Palu, walhi@palu.wasantara.net.id
- Siti maimunah , JATAM (Mining Advocacy Network), Jakarta, mai@jatam.org
- Fajar irawan, WALHI Yogyakarta, Yogyakarta, walhidiy@indo.net.id
- Lyndon B. Pangkali, FWI Papua-Region, Jayapura, Papua, forest@jayapura.wasantara.net.id
- Harry Oktavian, HAKIKI Foundation, Pekanbaru, Riau, batin@indo.net.id
- Ery Syahminudin/ Biological Science Club (BScC) / Jakarta/ bscc@indo.net.id
- Ronald M. Ferdaus, AruPA, Yogyakarta, dewa@arupa.or.id
- Diah Y. Raharjo, The Ford Foundation, Jakarta, D.Raharjo@FORDFOUND.ORG
- Isal Wardhana, KPA Hijau, Samarinda, East Kalimantan, walhi-kaltim@samarinda.org
- Rully Syumanda, KALIPTRA Sumatera, Pekanbaru, Riau, kaliptra@indo.net.id
- Ninil R M, Jaringan Pendidikan Lingkungan, Yogyakarta, ecologic@ygy.centrin.net.id
- Nurdin Efrisani, POKLAN, BANDUNG, West Java, poklan@bdg.centrin,net.id
- Ade Fadli, Yayasan BUMI, Samarinda-East Kalimantan, bumi@telkom.net
- Ikrar Idrus, Wallace Forest Ecological Protection (WFEP), Makassar, South Sulawesi, wfep@telkom.net
- Irwansyah, Yayasan Cagar Alam, Bandar Lampung, yca@plasa.com
- Rudy Ranaq, Puti Jaji, Samarinda, East Kalimantan, benua@samarinda.org
- Supriyanto, Lembaga Konservasi 21, Bandar Lampung, lk21-pg@plasa.com
- Apriadi Djamhurie Gani, Center for Social Forestry, Samarinda, East Kalimantan, csf@samarinda.org
- Ir Alimuddin Paada, Yayasan Katopasa Indonesia, Palu, Central Sulawesi, katopasa@palu.wasantara.net.id
- Deni Winadi, Mitra Bentala, Bandar Lampung, Lampung, yamitra@indo.net.id
- Avi Mahaningtyas, NADI, Jakarta, avi@ybul.or.id
- S. Indro Tjahjono, SKEPHI-Indonesia, Jakarta, skephi@cbn.net.id
- Agus Setyarso, WWF Indonesia, Jakarta, asetyarso@wwfnet.org / asetyarso@wwf.or.id
- Rudy U. Redhani, Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia (YCHI), Banjarbaru, South Kalimantan, ychi-bjb@indo.net.id
- Sarmiah, Yayasan Padi, Balikpapan, East Kalimantan, padi_ind@indo.net.id
- Juli Ermiansyah Putra, Yayasan Peduli Nanggroe Atjeh, Atjeh, pena08@yahoo.com
- Muslim,Yayasan Mitra Insani, Pekanbaru, Riau, ymi@telkom.net