Switch to English |
Laporan Pembangunan Bank Dunia 2003 berjudul "Pembangunan Berkelanjutan dalam Perekonomian yang Dinamis" menyatakan bahwa dalam 50 tahun mendatang perekonomian global dapat meningkat empat kali lipat dan kemiskinan berkurang secara berarti, asalkan para pemerintah segera bertindak mulai dari sekarang untuk mencegah meningkatnya risiko kerusakan lingkungan yang semakin parah dan kerusuhan sosial yang serius. Tanpa kebijakan dan kelembagaan yang kuat, ketegangan sosial dan kerusakan lingkungan dapat menghambat kemajuan pembangunan, yang akan mengarah kepada naiknya tingkat kemiskinan dan penurunan taraf hidup.
Laporan menyarankan perlunya dibentuk aliansi-aliansi baru ditingkat lokal, nasional dan global untuk menyikapi masalah-masalah tersebut secara lebih baik. Beban pembangunan harus dipikul oleh lebih banyak pihak. Negara-negara kaya harus lebih membuka pasar mereka dan memangkas subsidi pertanian yang menekan pendapatan negara-negara dunia ketiga. Sebaliknya, pemerintahan negara-negara berkembang harus menjadi lebih bertanggung jawab dan transparan. Mereka juga harus menjamin bahwa masyarakat miskin memperoleh hak atas tanah dan pendidikan, layanan kesehatan, dan layanan dasar lainnya. Laporan menyebutkan bahwa dalam beberapa tahun mendatang pola investasi akan terbentuk menjadi lebih efisien dalam pemanfaatan sumber-sumber daya alam, menyediakan perlindungan yang lebih besar terhadap lingkungan dan menciptakan pengurangan kemiskinan secara drastis.
Laporan ini diterbitkan pada 21 Agustus 2002 bersamaan dengan Pertemuan Puncak untuk Pembangunan yang Berkelanjutan (WSSD).
Saat ini Bank Dunia sedang mengajak kita untuk berkomentar bagi Laporan Pembangunan Dunia 2004, yang akan menyelidiki bagaimana negara-negara dapat mempercepat kemajuan kearah Sasaran-sasaran Pembangunan Milenium (MDG) yaitu dengan menyediakan layanan kesehatan, pendidikan, air dan kebersihan bagi rakyat miskin. Menurut Bank Dunia, keberhasilan dalam mencapai MDG tidak bergantung semata-mata pada pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan meningkatnya sumber daya, tetapi juga pada pengadaan layanan-layanan tersebut. Korupsi, pemantauan yang longgar, kemacetan administrasi, dan insentif yang lemah adalah alasan-alasan utama yang kerapkali menyebabkan layanan-layanan tersebut tidak mencapai rakyat miskin. Pendekatan-pendekatan baru untuk memecahkan masalah ini akan dieksplorasi dalam laporan itu.
Sumber:
Situs web Bank Dunia:
http://econ.worldbank.org/wdr/wdr2003/ dan http://econ.worldbank.org/wdr/wdr2004/
Pernyataan pers Bank Dunia, 21 Agustus 2002.
World Bank Research E-News.
Draft Revisi Kebijakan Inspeksi ADB akan Dibahas Dewan ADB pada Desember 2002
Proses kaji ulang kebijakan ADB yang paling kontroversial mendekati tahap menentukan. Draft kebijakan yang direvisi, atau w-paper, akan dibahas oleh Dewan ADB pada awal Desember 2002. Kaji ulang kebijakan dipicu oleh proses inspeksi yang sangat cacat tentang Proyek Pengelolaan Air Limbah Samut Prakarn di Thailand, yang hingga saat ini merupakan satu-satunya kasus Inspeksi bagi ADB (lihat Factsheet DTE 22 untuk latar belakang kasus ini). Manajemen ADB menolak hampir semua temuan Panel Inspeksi dan diduga telah menyarankan pemerintah Thailand agar tidak mendukung proses Inspeksi. Pertemuan Dewan untuk kasus ini disebut-sebut akan menjadi diskusi Dewan yang paling sengit dalam sejarah ADB.
Inspeksi adalah satu dari dua mekanisme tanggung-gugat (akuntabilitas) yang dapat digunakan oleh masyarakat yang terkena dampak dan publik untuk menuntut Bank mematuhi kebijakannya sendiri. Para stakeholder eksternal telah lama mengeluhkan bahwa kebijakan tersebut tidak terjangkau oleh masyarakat awam akibat ketatnya persyaratan seperti keharusan menggunakan bahasa Inggris dalam penyampaian tuntutan, diperlukannya kutipan tentang pelanggaran kebijakan ADB, dan dibutuhkannya analisis mengenai bagaimana pelanggaran kebijakan berdampak merugikan terhadap masyarakat. Proses ini jelas memakan waktu. Dan kebijakan itu tidak menyediakan perangkat untuk menerapkan perubahan-perubahan untuk perbaikan yang diperlukan guna menyikapi keluhan-keluhan itu. Terbukti dalam kasus Samut Prakarn dimana tidak terjadi perubahan yang berarti dalam proyek tersebut. Lemahnya tindak penerapan telah meruntuhkan tanggung gugat dan kredibilitas ADB.
W-paper yang disiapkan untuk pembahasan oleh Dewan harus menyikapi isu-isu pokok berikut ini agar kebijakan dapat berjalan:
IMF Menunda Kajian Nota Kesepakatan (LoI) Indonesia ke-7. Jumlah Pinjaman CGI yang Baru Masih Dibahas.
Dana Moneter Internasional (IMF) telah menunda kaji ulang Nota Kesepakatan (LoI) ke-tujuh antara pemerintah Indonesia dan IMF. David Nellor, perwakilan IMF untuk Indonesia, menyatakan bahwa Indonesia masih harus melaksanakan sejumlah program reformasi utama. Para pengamat yakin bahwa bidang-bidang pokok tersebut mencakup upaya memerangi korupsi, reformasi hukum, swastanisasi dan divestasi aset negara.
Menko Ekuin, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti -- berbicara pada awal Oktober-- optimis bahwa penundaan itu tidak akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Ia menyatakan nilai tukar rupiah tetap stabil ditengah pergolakan didalam negeri dan internasional. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa proses pemenuhan sasaran LoI ke-tujuh tetap berlangsung, walaupun beberapa ketentuan akan sulit untuk dipenuhi.
Menteri Dorodjatun yakin penundaan Kajian LoI ke-tujuh tidak akan mempengaruhi pertemuan CGI ke-12 yang awalnya direncanakan pada 28-29 Oktober di Yogyakarta, tetapi kini dijadwalkan ulang hingga awal 2003 menyusul peristiwa serangan bom di Bali. CGI diperkirakan akan menggunakan program kerjasama Indonesia-IMF sebagai acuan, tetapi tidak akan menjadikannya sebagai landasan untuk memutuskan apakah pinjaman baru akan diperpanjang atau tidak.
Sebelum serangan bom di Bali, dalam rencana anggaran belanja negara 2003, diperkirakan bahwa pemerintah Indonesia akan meminta pinjaman sebesar 2,8 milyar dolar AS dari CGI. Kini, waktu tambahan sebelum pertemuan CGI, akan memungkinkan evaluasi yang lebih cermat atas konsekuensi-konsekuensi serangan Bali terhadap perekonomian dan anggaran belanja Indonesia. Pemerintah Indonesia dan perwakilan-perwakilan anggota CGI di Indonesia mengumumkan bahwa mereka sepakat untuk bertemu secara informal pada akhir Oktober di Jakarta untuk memperkirakan kebutuhan pendanaan eksternal bagi anggaran belanja Indonesia 2003 dan untuk mempertimbangkan langkah-langkah tambahan untuk mempertahankan momentum reformasi. Tahun lalu Indonesia dijanjikan pinjaman baru sebesar 3,13 milyar dolar AS.
Sumber:
Asia Pulse, 4 Oktober 2002.
The Jakarta Post, 7 Oktober 2002.
Dow Jones Newswire, 7 Oktober 2002.
Pers rilis Bank Dunia, 16 Oktober 2002
Pinjaman 56 Juta Dolar AS dari ADB untuk Proyek Peningkatan Pendapatan Petani
Bulan Agustus 2002 ADB menyetujui pinjaman sebesar 56 juta dolar AS untuk Indonesia bagi Peningkatan Pendapatan Petani melalui Proyek Inovasi. Proyek ini akan dilaksanakan di sekitar 1000 desa di Kabupaten Blora dan Temanggung, Jawa Tengah, Donggala di Sulawesi Tengah, Ende di NTT, dan Lombok Timur di NTB. Menurut ADB proyek akan memperkuat kemampuan petani miskin dalam mengadopsi metoda pertanian yang inovatif dan pemasaran. Caranya dengan memilih investasi publik ditingkat desa yang lebih baik, menyediakan akses informasi untuk petani, dan orientasi ulang fokus penelitian pertanian kepada kebutuhan kawasan yang jarang mendapat hujan. Proyek ini dirancang untuk Ornop, dengan fasilitator desa yang dipilih dan didukung oleh badan pemerintahan dan swasta, untuk membantu petani mengidentifikasikan inovasi dan melakukan investasi publik yang akan mendukung petani agar mampu mengadopsi inovasi. Proyek akan membentuk komite investasi proyek desa (VIPC) yang dipilih langsung, forum antardesa, dan komite koordinasi kabupaten untuk menyetujui, mengimplementasikan dan memantau investasi. Proyek swakelola ini akan menerima dana hingga 30.000 dolar AS setiap desa.
Proyek yang digolongkan sebagai kategori lingkungan B ini bernilai 70,92 juta dolar AS. Pinjaman ini bersumber dari Dana Pembangunan Asia (ADF) yang merupakan pinjaman lunak. Jangka waktu pinjaman 32 tahun dengan masa tenggang 8 tahun, bunga satu persen per tahun selama masa tenggang dan 1,5 persen setelah itu.
Pelaksana proyek ini adalah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dari Departemen Pertanian.
Tampaknya proyek ini berpedoman pada Proyek Pembangunan Kecamatan (KDP) dari Bank Dunia yang dianggap berhasil dalam membangkitkan kepemilikan prakarsa lokal akan proyek yang dipilih, dirancang dan diawasi sendiri ditingkat lokal. Namun belum jelas bagaimana pengalaman KDP dipertimbangkan dalam proyek ADB ini dalam upaya menjamin hasil proyek yang lebih kuat.
Sumber:
Asia Pulse, 16 Agustus 2002.
Situs web ADB www.adb.org/Documents/Profiles/LOAN/34112013.ASP
Kontak:
Mr. Mandar Jayawant, Rural Development Specialist, Kawasan Asia Tenggara. mjayawnt@adb.org, tel. (632) 632 6910.
Konsultasi Kaji Ulang Industri Ekstraktif Bank Dunia bagi Stakeholder Asia Pasifik Dijadwalkan 19-23 November
Kajian ulang Industri Ekstraktif (EIR) Bank Dunia diluncurkan oleh Kelompok Bank Dunia pada tahun 2001 sebagai tanggapan atas desakan masyarakat madani kepada Presiden Bank Dunia Wolfensohn selama Pertemuan Tahunan Bank Dunia/IMF di Praha 2000. Operasi Bank Dunia dalam industri ekstraktif mendapat kritikan pedas karena cacat secara lingkungan dan sosial serta tidak bertanggung jawab. Kaji Ulang bertujuan membahas peran Bank Dunia dimasa mendatang dalam industri ekstraktif. Para pihak yang terlibat (stakeholder) akan mengeluarkan sejumlah rekomendasi yang akan menuntun keterlibatan Kelompok Bank Dunia dalam sektor minyak, gas dan tambang. (Untuk latar belakang lihat Factsheet DTE 20 dan Factsheet DTE 21)
Lokakarya Regional untuk negara-negara Asia dan Pasifik direncanakan akan berlangsung pada 19-23 November di Bali. Namun, keputusan masih ditunggu apakah tidak ada perubahan dengan waktu dan tempat mengingat tragedi bom Bali bisa mengubah rencana semula. Lokakarya ini adalah yang ketiga dari empat yang direncanakan. Sebelumnya, konsultasi regional untuk Amerika Latin dan Karibia diadakan pada bulan April, dan untuk Eropa Timur dan Asia Tengah diadakan bulan Juni 2002. Konsultasi di Bali akan mengumpulkan perwakilan dari semua kelompok stakeholder dan negara-negara di kawasan Asia Pasifik dimana Kelompok Bank Dunia bergiat dalam operasi industri ekstraktif. Lokakarya akan dihadiri oleh 25 peserta dari masyarakat madani (10 Ornop, 10 kelompok masyarakat adat dan 5 serikat buruh), 15 dari industri, 15 dari kalangan pemerintah, 10 dari Kelompok Bank Dunia, dan 5 akademisi.
EIR memperbolehkan kelompok masyarakat madani memilih sendiri perwakilan mereka untuk menghadiri lokakarya. WALHI emmy@walhi.or.id dan Tebteba Foundation vco@skyinet.net berprakarsa untuk memfasilitasi proses seleksi itu. Informasi terakhir mengisyaratkan minimnya tanggapan kelompok masyarakat madani untuk berperan serta dalam lokakarya. Beberapa kelompok memutuskan untuk tidak berperan serta aktif dalam proses itu. Pedoman proses seleksi yang dibuat oleh WALHI dan Tebteba Foundation sebagai berikut:
EIR juga menugaskan pelaksanaan empat proyek penelitian tentang isu seputar hubungan antara masyarakat adat, industri ekstraktif dan Bank Dunia; hubungan antara program penyesuaian struktural Bank Dunia dan IMF dan kecenderungan lanjutannya dalam sektor industri ekstraktif; dampak kebijakan sosial dan lingkungan Kelompok Bank Dunia terhadap perusahaan ekstraktif dan lembaga keuangan; dan pandangan masyarakat terhadap investasi Kelompok Bank Dunia dalam industri ekstraktif.
Sumber:
Situs web Kajian Industri Ekstraktif Bank Dunia www.eireview.org
Email dari Fabby Tumiwa fabby@nusa.or.id, bertanggal 10 Oktober 2002.
Update dan Factsheet tentang LKI tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Anda dapat memperolehnya melalui email (versi rtf) secara cuma-cuma. Edisi cetak tersedia sebagai suplemen newsletter DTE. Newsletter dapat Anda peroleh dengan cara berlangganan atau saling tukar dengan publikasi organisasi Anda. Bila Anda ingin menerima Update bulanan dan Factsheet via email, silakan kirim alamat email Anda ke dte@gn.apc.org. Cantumkanlah bahasa yang Anda kehendaki. Anda juga bisa memilih kedua bahasa