Switch to English |
Saat ini revisi Kebijakan Masyarakat Adat Bank Dunia sedang dalam tahap akhir. Kebijakan yang ada sekarang, yaitu Petunjuk Operasional 4.20 (OD 4.20) berlaku sejak 1992. Tujuan utama kebijakan ini adalah "memastikan proyek-proyek pembangunan yang didanai Bank Dunia tidak menyebabkan dampak merugikan terhadap masyarakat adat, dan agar memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang selaras dengan kebudayaan masyarakat adat." Proses revisi yang dimulai sejak 1998 ini ditujukan untuk memfasilitasi penerapan kebijakan. Sejumlah pengamat menilai bahwa draft revisi kebijakan (OP/BP 4.10), cukup lemah pada beberapa bagian penting. Organisasi-organisasi adat mengeluh bahwa draft tidak memberikan ketegasan tentang perlindungan hak-hak mereka, selain itu proses konsultasi juga tidak memadai.
Pada 18 Oktober, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Pembangungan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan dan Sosial, Ian Johnson, secara terbuka menyetujui sejumlah tuntutan masyarakat adat yang telah lama diajukan untuk revisi kebijakan Bank Dunia tersebut. Usulannya, yang masih menunggu tanggapan resmi dari perwakilan gerakan masyarakat adat, antara lain:
Menyusul pengumuman yang disampaikan oleh Ian Johnson, Bank Dunia merevisi jadwal acara sehingga draft baru Kebijakan Masyarakat Adat akan dapat diakses oleh publik pada awal 2003. Pada Maret 2003, draft Kebijakan Operasional (OD), dengan komentar dari Masyarakat Adat, akan disampaikan kepada Komite Keefektifan Pembangunan (CODE). Pada awal Juni 2003, kebijakan baru akan diserahkan kepada Dewan untuk disetujui.
Sumber: Situs web Bank Information Center www.bicusa.org, dipersiapkan oleh Melina Selverston-Scher melinas@igc.org
Konsultasi Kaji Ulang Industri Ekstraktif Bank Dunia untuk para Stakeholder di Asia Pasifik Dijadwalkan-ulang
Karena tragedi bom Bali, Bank Dunia memutuskan untuk menjadwalkan kembali Konsultasi Kaji Ulang Industri Ekstraktif (EIR) untuk para pihak yang terlibat (Stakeholder) di Asia Pasifik dari November tahun ini menjadi 25-29 Maret 2003 di Bali (lihat DTE Update 29, Oktober 2002). Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) bertindak sebagai fasilitator dalam proses pemilihan wakil-wakil dari kalangan masyarakat madani untuk pertemuan konsultasi tersebut. WALHI masih menerima nama-nama kelompok untuk dicalonkan sebagai peserta dari masyarakat madani. Hingga saat ini, enam kelompok telah dicalonkan.
Proses pemilihan adalah sebagai berikut:
Perangkat Potensial bagi Masyarakat yang Terkena Dampak untuk Memperoleh Kompensasi dari Donor Jepang
Bank Jepang untuk Kerjasama Internasional (JBIC) menyusun pedoman Sosial dan Lingkungan yang baru bulan April ini, yang akan mulai berlaku penuh pada Oktober 2003. JBIC menerbitkan draft prosedur pengaduan untuk Pedoman Lingkungan yang baru, tepat sebelum konsultasi publik diadakan pada 30 Agustus 2002. Masyarakat yang terkena dampak negatif proyek-proyek yang didanai JBIC akan dapat menyampaikan pengaduan mereka melalui prosedur baru ini. Terjemahan tidak resmi dalam Bahasa Inggris akan segera tersedia.
Kemungkinan sulit memastikan prosedur pengaduan berlangsung efektif dan adil. Beberapa kemungkinan masalah antara lain:
Sumber: Mekong Watch CATFISH TALE, Issue #6, 2 Oktober 2002.
Kontak: catfish@mekongwatch.org
Akibat Defisit Anggaran Indonesia Mungkin Akan Meminta Tambahan Pinjaman dari CGI
Selama Pertemuan Interim pada awal November tahun ini, Consultative Group on Indonesia (CGI) yang dipimpin Bank Dunia mengisyaratkan dukungannya untuk pemberian pinjaman baru yang lebih besar pada tahun mendatang. Besar kemungkinan Pemerintah Indonesia harus meminjam dana lebih besar dari perkiraan sebelumnya akibat kenaikan anggaran. Diramalkan dana dari donor internasional CGI akan bertambah menjadi 29 trilyun rupiah (sekitar 3,2 milyar USD) dari perkiraan sebelumnya sebesar 26 trilyun rupiah (sekitar 2,9 milyar USD).
Pada 18 November, komite anggaran DPR dan Pemerintah merevisi perkiraan defisit anggaran 2003 menjadi 1,78% dari GDP, atau 34.436 trilyun rupiah (sekitar 3,8 milyar USD), dari sebelumnya sebesar 1,3%. Sekitar 22,45 trilyun rupiah (sekitar 2,5 milyar USD) dari defisit akan didanai dari sumber-sumber domestik dan sisanya sebesar 11,986 trilyun rupiah (sekitar 1,3 milyar USD) melalui sumber dana asing.
CGI menuntut agar Indonesia melakukan reformasi di sektor hukum dan perbankan, yang, sampai saat ini, belum memperlihatkan kemajuan berarti. Bagaimana CGI membenarkan komitmennya untuk memberikan dukungan keuangan kepada Indonesia, meskipun reformasi yang mereka tuntut hampir tidak terjadi, masih harus dilihat.
Sumber: AFX-ASIA, 19 November 2002.
Kelompok Petani dan Masyarakat Madani Menyampaikan Keberatan Mereka Terhadap RUU Sumber Daya Air.
Pinjaman Penyesuaian Sektor Sumber Daya Air sebesar 300 juta USD dari Bank Dunia (WATSAL) untuk Indonesia diduga dipakai untuk menekan Pemerintah Indonesia untuk me-reformasi pengelolaan sektor air. Sebuah artikel dari Indonesian Forum on Globalization (INFOG) memaparkan secara rinci masalah-masalah berkenaan dengan Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU-SDA). Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Air adalah salah satu syarat bagi pengucuran cicilan terakhir utang WATSAL.
Draft RUU-SDA (6 Mei 2002) menyatakan bahwa RUU itu dibuat guna menanggapi ketidak-imbangan antara menurunnya pasokan air dan meningkatnya permintaan air. Solusi yang diberikan dalam RUU bagi masalah ini adalah dengan privatisasi pengelolaan sektor air. Selain itu, RUU juga mengisyaratkan akan diterapkannya prinsip-prinsip biaya pemulihan, yang artinya pengguna akan menanggung semua biaya dalam pengadaan barang dan jasa.
Menurut artikel INFOG tersebut, privatisasi dan komodifikasi air akan menimbulkan beberapa masalah. Pertama, RUU-SDA mengubah pandangan tradisional bahwa air adalah milik umum, bukan aset individu. Kedua, sekilas kebijakan biaya pemulihan tampaknya menjadi insentif bagi konservasi dan efisiensi dalam pemanfaatan air, namun kebijakan tersebut juga dapat berarti bahwa mereka yang tidak dapat menanggung biaya operasi, pemeliharaan, rehabilitasi, dan investasi serta cicilan utang tidak akan mendapat air, kecuali bila dibuat skim tertentu untuk melindungi kaum yang tak mampu. RUU itu tidak menyatakan rencana semacam itu. Ketiga, privatisasi mensyaratkan mekanisme pengelolaan yang bersih dan kuat guna menjamin pelaksanaan yang adil dan bertanggung jawab. RUU itu tidak memberikan ketentuan pelaksanaan pengelolaan privatisasi sektor air.
INFOG bersama-sama dengan sejumlah kelompok petani dan Ornop mengorganisasikan kampanye mendesak Pemerintah untuk mengkaji ulang RUU yang dianggap cacat itu. Mereka juga mendekati para anggota DPR untuk membahas secara kritis isi RUU sebelum disahkan menjadi Undang-undang. Bank Dunia ditekan agar tidak mengucurkan pinjaman meskipun RUU itu disetujui karena buruknya mutu penulisan draft tersebut.
Kontak:
Indonesian Forum on Globalization infog@bumi.net.id.
Perwakilan Staf Bank Dunia di Indonesia www.worldbank.or.id
Pendekatan Bank Dunia ke Agenda 21 Gagal
Publikasi bersama dari Friends of the Earth, AS dan Halifax Initiative berjudul "Marketing the Earth: The World Bank and Sustainable Development" (Memasarkan Bumi: Bank Dunia dan Pembangunan Berkelanjutan) diluncurkan pada KTT Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan (WSSD) di Johannesburg beberapa waktu lalu. Laporan tersebut mendokumentasikan pendekatan Bank Dunia untuk pembangunan berkelanjutan di beberapa sektor tertentu dalam Agenda 21. Agenda 21 adalah dokumen penting hasil dari Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan pada 1992, yang lebih dikenal sebagai KTT Rio.
Laporan itu mengungkapkan beberapa dampak merugikan terhadap masyarakat dan lingkungan sebagai akibat dari kebijakan-kebijakan dan proyek-proyek yang didukung oleh Bank Dunia di negara-negara berkembang. Dampak tersebut terutama yang berakar dari pendekatan berdasarkan-pasar Bank Dunia dalam perlindungan terhadap sumber daya hutan, kelautan dan air tawar, dan untuk mengurangi penggunaan pestisida, emisi gas rumah kaca dan kemiskinan. Selama KTT Rio, Bank Dunia setuju memimpin proses pembentukan Fasilitas Lingkungan Dunia (GEF) guna mengatasi masalah-masalah serius pada bidang-bidang lingkungan yang penting. Sementara GEF berkembang, dampak investasi yang didukung oleh GEF tidak sungguh-sungguh dievaluasi. Kalaupun GEF dianggap berhasil, investasi GEF sama sekali tidak mewakili kiprah Bank Dunia di sektor-sektor dan program-program lain yang lebih besar.
Laporan itu menyimpulkan bahwa WSSD bukanlah tempat untuk menegosiasikan perubahan bagi Bank Dunia, namun harus menjadi ruang untuk menyikapi ketidak-imbangan kekuatan dan ketidakadilan ekonomi, sosial dan lingkungan yang lebih mendasar.
Sumber: Situs web Friends of the Earth AS. www.foe.org
Laporan dapat diakses di http://www.foe.org/res/pubs/pdf/marketingtheearth.pdf
Update dan Factsheet tentang LKI tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Anda dapat memperolehnya melalui email (versi rtf) secara cuma-cuma. Edisi cetak tersedia sebagai suplemen newsletter DTE. Newsletter dapat Anda peroleh dengan cara berlangganan atau saling tukar dengan publikasi organisasi Anda. Bila Anda ingin menerima Update bulanan dan Factsheet via email, silakan kirim alamat email Anda ke dte@gn.apc.org. Cantumkanlah bahasa yang Anda kehendaki. Anda juga bisa memilih kedua bahasa