- Beranda
- Tentang Kami
- Kampanye
- Kawasan
- Tema
- Bahan bakar nabati
- Keadilan iklim
- Masyarakat pesisir dan perikanan
- Bencana
- Ekonomi & Hutang
- Energi
- Penamanan modal asing
- Hutan dan kebakaran hutan
- Hak asasi manusia
- Masyarakat Adat
- Lembaga Keuangan Internasional
- Tanah dan ketahanan pangan
- Hukum
- Pertambangan, minyak & gas
- Perkebunan skala besar
- Politik & demokrasi
- REDD
- Otonomi daerah
- Transmigrasi
- Perairan dan waduk
- Perempuan
- Publikasi
- Link
- Kontak
Kategori terkait
Artikel terkait
Buletin DTE
Berlangganan buletin DTE
DTE dan Sawit Watch meluncurkan buletin keadilan gender di radio KBR 68H
Tema: Cukup Adilkah? Perempuan, laki-laki, komunitas dan keadilan ekologis di Indonesia
Hari/tanggal: Kamis, 30 Oktober 2014
Waktu: 9-10 am WIB (2-3am GMT)
Tempat: Kantor Berita Radio 68H, Jakarta.
Live streaming: http://portalkbr.com/network.html
Pembicara: dari Down to Earth, Sawit Watch, SAINS, Solidaritas Perempuan.
Moderator: KBR 68H
Perempuan dan laki-laki berinteraksi dengan lingkungan dan sumber daya alam secara berbeda.
Para perempuan di pedesaan Indonesia kerap kali diposisikan sebagai penyedia pangan oleh peran gender tradisional mereka, juga sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas pengasuhan anak dan mengurus rumah tangga. Laki-laki kerap kali dipandang atau digambarkan sebagai pencari nafkah utama (jika ada pekerjaan) dan umumnya mereka lebih mungkin memainkan peran utama dalam pengambilan keputusan mengenai sumber daya alam. Pembagian peran dan tanggung jawab yang sangat bervariasi ini seringkali cair dan terus berkembang di antara laki-laki dan perempuan tidak selalu mengisyaratkan adanya ketidakadilan gender. Namun ketika perempuan dibatasi oleh laki-laki, atau diposisikan lebih rendah dari laki-laki dalam akses dan kontrol terhadap sumber daya alam dan dalam pengambilan keputusan, maka ketidakadilan gender menjadi sebuah masalah.
Sewaktu tanah dan sumber daya alam milik komunitas diambil alih untuk produksi komersial, suara perempuan seringkali tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Hal ini berarti bahwa pentingnya peran dan sumber daya perempuan terhadap kelangsungan hidup komunitas dipandang tidak penting atau bahkan diabaikan sama sekali. Sebagai akibatnya, kondisi perempuan bisa menjadi lebih buruk daripada laki-laki. Ketika investor – untuk perkebunan kelapa sawit, pertambangan, dll – datang, perempuan dalam peran mereka sebagai penyedia pangan seringkali merasakan kehilangan sumber daya alam lebih langsung dibandingkan laki-laki. Kehilangan-kehilangan ini ditambah dengan dampak dampak negatif baru yaitu pencemaran terhadap air yang digunakan untuk memasak, mencuci dan minum, misalnya; pencemaran terhadap tanah pertanian yang tersisa; dan ancaman terhadap kesehatan dari pencemaran udara.
Konsekuensi yang lebih buruk bagi perempuan dibandingkan bagi laki-laki juga bisa terjadi ketika perusahaan merekrut pekerja, karena adanya investasi yang masuk akan semakin membuat rumit dan mengaburkan pembagian kerja berdasarkan gender yang sudah ada sebelumnya.
Melalui Buletin Down To Earth edisi ke 99-100 ini, DTE berharap untuk menyumbang dalam momentum melawan ketidakadilan gender. Dengan fokus pada hak atas tanah dan sumber daya alam, kami mengumpulkan berbagai cerita dari beberapa aktivis Indonesia yang bekerja dengan masyarakat pedesaan dan masyarakat adat, serta kontribusi dari beberapa penulis internasional dan DTE sendiri. Berbagai tulisan ini merinci ketidakadilan mendalam yang dihadapi perempuan dalam peran-peran gender mereka, serta berita mengenai bagaimana ketidakadilan gender diatasi.
Kami sangat berterima kasih kepada para kontributor yang telah membagikan cerita, waktu dan upaya, dan kepada Sawit Watch yang memberi kesempatan untuk meluncurkan buletin ini melalui program di Radio 68H. Kami berharap para pembaca dan pendengar edisi ke-100 ini merasa tergugah untuk mendukung kampanye untuk keadilan gender!