- Beranda
- Tentang Kami
- Kampanye
- Kawasan
- Tema
- Bahan bakar nabati
- Keadilan iklim
- Masyarakat pesisir dan perikanan
- Bencana
- Ekonomi & Hutang
- Energi
- Penamanan modal asing
- Hutan dan kebakaran hutan
- Hak asasi manusia
- Masyarakat Adat
- Lembaga Keuangan Internasional
- Tanah dan ketahanan pangan
- Hukum
- Pertambangan, minyak & gas
- Perkebunan skala besar
- Politik & demokrasi
- REDD
- Otonomi daerah
- Transmigrasi
- Perairan dan waduk
- Perempuan
- Publikasi
- Link
- Kontak
Kategori terkait
Artikel terkait
- Buku terbaru DTE: Keadilan Iklim dan Penghidupan yang Berkelanjutan Jilid II
- “REDD jadi atau tidak?” tokoh masyarakat adat mengeluhkan kurangnya informasi mengenai proyek Ulu Masen
- Tokoh masyarakat adat angkat bicara tentang Ulu Masen: “Kami tidak pernah melihat apapun dari REDD. Seperti angin, kita tidak dapat melihat dan menyentuhnya”
Buletin DTE
Berlangganan buletin DTE
Perusahaan tambang akan membeli 50% saham Carbon Conservation: Akankah REDD membantu greenwashing (klaim hijau) pertambangan?
Terjemahan dari website redd-monitor.org
Sumber di website redd-monitor.org / original English version on redd-monitor.org
Oleh Chris Lang, 5 Mei 2011
Minggu ini, perusahaan tambang Kanada bernama East Asia Minrals Corporation, menandatangani Nota Kesepahaman untuk membeli 50% saham Carbon Conservation Pty Ltd. Tujuan East Asia Minerals sederhana : “Melalui akuisisi 50% saham CC, perusahaan itu akan mengembangkan proyek pertambangan ‘hijau’ yang akan menggunakan offset karbon dan keanekaragaman hayati serta praktik pertambangan terkini yang ramah lingkungan.”
Sesuai dengan Nota Kesepahaman itu, East Asia Minerals akan membayar US$500.000 dan menerbitkan 2,5 juta saham untuk Carbon Conservation. Sebagai imbalannya, East Asia Minerals mengharapkan satu hal: klaim bahwa perusahaan itu ‘hijau’. Dalam pernyataannya, East Asia Minerals menjelaskan bahwa,
“Perusahaan akan berpartisipasi dalam mengembangkan kesan “hijau” bagi proyek Miwah yang akan berpotensi untuk menjadikan produknya unggul dalam pasar dan juga berpotensi untuk memfasilitasi proses yang lebih mulus bagi persetujuan dan dukungan bagi perijinan pertambangan.”
Carbon Conservation dan CEO-nya, Dorjee Sun, dikenal karena mendirikan proyek REDD Ulu Masen di provinsi Aceh. Meskipun proyek itu dimulai tahun 2006, batas-batasnya masih tak jelas. Menurut artikel di Environmental Finance belum lama ini,
"Belum ada persetujuan akhir dari pemerintah Indonesia dan Aceh mengenai batas-batas proyek, jadi ada kemungkinan bahwa pada akhirnya proyek itu akan mencakup 20-25% lebih sedikit dari 750.000 ha yang diperkirakan sebelumnya."
Tahun 2010, Carbon Conservation mengumumkan proyek kerja samanya dengan Asia Pulp and Paper, salah satu perusahaan di Indonesia yang paling banyak merusak hutan.
Pada bulan Februari 2011, Dorjee Sun mengatakan kepada Environmental Finance bahwa perusahaan itu telah mengumpulkan US$2 juta dalam putaran kedua pencarian dananya. Environmental Finance melaporkan bahwa “Diperlukan putaran kedua karena mitra-mitra perusahaan itu sebelumnya tak menyangka betapa lama dan kompleksnya pembangunan proyek itu.”
Sun membuat presentasi dalam Qi 2010, berjudul “Win-win carbon trading solutions” (Solusi perdagangan karbon yang saling menguntungkan). Setelah mendengarkan presentasi itu, sulit membayangkan bagaimana bisa memperoleh solusi yang saling menguntungkan, meskipun Sun tampak puas berkeliling dunia. Dalam presentasi awalnya, Sun menjelaskan bahwa ia telah memutuskan untuk bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan perusak:
“Saya rasanya seperti tertantang oleh sisi gelap itu. Seperti ada desakan, paham maksud saya? Anda berusaha untuk melakukan hal yang baik, ya, bekerja dengan orang-orang yang baik seperti ini, yang baik, ya, yang berhati baik. Tapi kemudian Anda masuk ke ruang rapat dan jadi pusing tujuh keliling oleh para bankir yang menanyakan hal-hal seperti, mana keuntungan saya, mana uang saya, mana surat berharga saya? Jadi sekarang saya mulai bekerja dengan perusahaan tambang.”
Tentu saja, Carbon Conservation selalu bekerja dengan perusahaan tambang. Proyek pertamanya adalah kesepakatan senilai A$3 juta dengan Rio Tinto yang bertujuan untuk melindungi hutan seluas 13.000 hektare di Australia.
Greenomics Indonesia mempertanyakan apakah Carbon Conservation terlibat dalam konflik kepentingan dengan East Asia Minerals. Dalam siaran persnya (pdf file 57.7 KB), Koordinator Nasional Greenomics Indonesia, Vanda Mutia Dewi, menyatakan bahwa:
“Di satu sisi, perusahaan East Asia Minerals memiliki kepentingan komersial terhadap tambang emas di hutan Aceh, proyek Miwah, tapi di sisi lain Carbon Conservation memperoleh hak ekslusif dari Gubernur Aceh untuk menjual dan memasarkan kredit karbon terkait dengan hutan di Aceh seluas 700.000 hektare yang terletak di blok hutan Ulu Masen. Mengapa hutan-hutan di Aceh dimanfaatkan sebagai aset oleh Carbon Conservation untuk mendapatkan dana dari transaksi saham dengan Perusahaan East Asia Minerals? Ini jelas menimbulkan konflik kepentingan. Carbon Conservation telah menyalahgunakan kesepakatannya dengan pemerintah Aceh. Transaksi saham ini haruslah segera ditolak.”
Kenyataannya, East Asia Minerals memiliki rencana atas beberapa proyek di Aceh, seperti yang tampak pada peta di sebelah kanan (klik gambar untuk mendapatkan versi dengan resolusi yang lebih besar). Peta ini diambil dari presentasi East Asia Minerals mengenai proyek Miwah (pdf file, 7 MB). East Asia Minerals menggambarkan proyek Miwah sebagai “proyek emas Miwah andalan dengan potensi jutaan ons.”
Laporan Tahunan 2010 perusahaan itu menggambarkan proyek tersebut sebagai berikut:
Seperti halnya tahun 2009, di tahun 2010 ini usaha kami banyak berfokus pada proyek andalan endapan emas epitermal sulfidasi tinggi Miwah. Miwah terus menunjukkan tingkat keberhasilan yang luar biasa dalam pengeboran dan dengan rasa percaya diri yang kami dapatkan pada geometri sistem emas yang sangat besar ini, kami secara sistematis telah meningkatkan jumlah anjungan pengeboran di lokasi itu. Dengan empat anjungan di lokasi itu kami sekarang mempercepat usaha untuk mendapatkan sumber daya pertama kami di Miwah.
Pengeboran kami di tahun 2010 juga telah berhasil meningkatkan cakupan sistem emas Miwah, dan telah banyak memberikan andil dalam keberlanjutan mineralisasi emas menuju Sungai Bulan. Pemahaman kami yang meningkat mengenai sistem itu juga menunjukkan adanya potensi hubungan antara sistem Miwah dan proyek Sipopok, sekitar 1,5 km di sebelah utaranya. Begitu kami menjajaki lebih jauh, dan memahami sistem itu dengan lebih baik, kami terus menemukan lebih banyak emas, dan banyak mengembangkan sistem itu. Dengan demikian kami yakin bahwa melalui Miwah kami bisa mendapatkan salah satu penemuan emas yang lebih besar dalam siklus eksplorasi ini.
Flora and Fauna International membantu mengembangkan proyek Ulu Masen. FFI tengah memasang iklan untuk posisi staf purna waktu temporer, untuk bekerja di proyek Ulu Masen. Tanggung jawabnya antara lain adalah “Mengkoordinasikan penyelesaian bagian komunitas yang relevan dari Dokumen Desain Proyek (PDD) sesuai dengan standar Iklim, Komunitas dan Keanekaragaman Hayati (CCB),” dan untuk “Membantu pemerintah Aceh dalam menyusun Peraturan Gubernur yang memastikan bahwa kredit karbon Ulu Masen hanya dapat dijual jika disertai dengan PDD yang sesuai dengan CCB.”
Kesepakatan antara Carbon Conservation dan East Asia Minerals menunjukkan betapa kotornya REDD. East Asia Minerals akan membuat kegiatan pertambangannya seolah-olah hijau. Carbon Conservation akan membuat para bankir senang. Sementara Flora and Fauna International membantu menghasilkan kredit karbon dari Ulu Masen yang akan dijual ke perusahaan pencemar, memastikan bahwa polusi di tempat lain akan berlanjut.
Diterjemahkan oleh DTE